CARA GABUNG
KLIK GABUNG DITAUTAN FACEBOOK INI DAN KLIK DISINI http://www.facebook.com/groups/402207763206844/
KITA BISA SALING BERKENALAN DAN BERBAGI, BERTUKAR PIKIRAN, MEMPERLUAS PERSAHABATAN SERTA MEMPERKUAT PERSAUDARAAN
DI (IPERI) IKATAN PENAMBANG EMAS RAKYAT INDONESIA
PERKENALKAN DIRI KAMU DI GRUP FACEBOOK IPERI TERSEBUT
DAN JANGAN LUPA TERAKKAN JUGA DIMANA LOKASI KAMU MENAMBANG SAAT INI
MUDAH MUDAHAN DENGAN (IPERI) KITA JUGA DAPAT MEMPERJUANGKAN HAK HAK KITA SEBAGAI ANAK BANGSA, AMIN.
Kamis, 07 Maret 2013
AIR RAKSA, QUICK SILVER, MERCURY, AIR PERAK, HYDRAGYRUM "Hg"
Merkuri merupakan salah satu dari
unsur kimia yang mempunyai nama Hydragyrum yang berarti perak
cair. Nomor atom raksa ialah 80 dengan bobot atom (BA 200,59)
dan simbolnya dalam sistem periodik adalah "Hg" (dari
Hydrargyrum). Logam ini berat, berwarna keperakan yang
cair pada suhu normal. Merkuri dihasilkan dari biji Cinnabar
(HgS) yang mengandung unsur merkuri antara 0,1% - 4%. Mercury
siap dengan bentuk alloys logam lainnya, dan ini akan bermanfaat
dalam pengolahan emas dan perak. Hal ini pula yang mendorong
untuk mengembangkan raksa dari cinnabar di Amerika setelah
penemuan emas dan perak di California dan negara barat lainnya
di tahun 1800an.
Mercury telah di temukan di Mesir pada makam
kuno peniggalan abad ke 1500
SM, dan mungkin digunakan untuk
keperluan kosmetik dan obat. Sekitar 350
SM, filsuf dan ilmuwan Yunani
Aristotel menjelaskan bagaimana cara mengambil air raksa dengan memanaskan
batuan cinnabar untuk upacara keagamaan. Di Roma, air raksa digunakan
untuk berbagai keperluan dan memberikannya nama hydrargyrum,
yang berarti perak cair menjadi asal simbol kimia Hg untuk air raksa.
Tindakan percampuran Mercury pertama kali untuk mengolah ores perak dengan
proses patio 1557 di Meksiko membuat permintaan air raksa sangat meningkat.
Barometer raksa ditemukan oleh Torricelli di 1643, diikuti oleh penemuan
yang raksa termometer oleh Fahrenheit di 1714. Namun kini, dengan
alasan kesehatan dan keamanan karena sifat toksik yang dimilikinya.
penggunaannya untuk bahan pengisi termometer telah digantikan (oleh
termometer alkohol, digital, atau termistor)
Mercury digunakan secara luas ke dalam
berbagai produk industri dan aplikasi setelah 1900. Ia biasa digunakan
sebagai bahan amalgam gigi, termometer, barometer, maupun peralatan ilmiah
lainnya, baterai, cat, bahan peledak, cahaya bulbs, cahaya aktif, farmasi,
fungicides, dan pestisida. Aplikasi utamanya untuk produksi khlor dan
caustic soda, dan dalam bentuk uap raksa digunakan dalam tabung fluoresensi
dan penerangan jalan. Merkuri juga digunakan sebagai bagian dari proses
untuk memproduksi kertas, felt, kaca, dan beberapa jenis plastik. Dalam
industri pulp dan kertas banyak digunakan senyawa FMA (fenil merkuri
asetat). Pemakaian ini bertujuan untuk mencegah pembentukan kapur pada pulp
dan kertas basah selama proses penyimpanan. Hal ini menjadi sangat berbahaya
karena kertas seringkali digunakan sebagai alat pembungkus makanan.
Sifat-Sifat Merkuri
1. Sifat Fisik
-
Berkilau seperti warna keperakan
-
Mempunyai titik leleh yang rendah 234.32 K (-38.83o C, -37.89o F)
-
Berujud cair pada suhu kamar (25o C) dengan titik beku paling rendah sekitar -39o C.Masih berujud cair pada suhu 396o C. Pada temperatur 396o C ini telah terjadi pemuaian secara menyeluruh.
2. Sifat Kimia
-
Daya hantar listrik yang tinggi
-
Bersifat diagmanetik
-
Memberikan uap monoatom dan mempunyai tekanan uap (1,3 x 10-3 mm) pada suhu 20o C.
-
Larut dalam cairan polar maupun tidak polar.
-
Merupakan logam yang paling mudah menguap jika dibandingkan dengan logam-logam yang lain.Karena penguapan dan toksisitas yang tinggi, air raksa harus disimpan dalam kemasan tertutup dan ditangani dalam ruang yang cukup pertukaran udaranya.
-
Air raksa mudah hilang dari larutan akua garam air raksa karena reduksi oleh runutan bahan pereduksi, atau dengan disproporsionasi Hg22+.
-
Cenderung membentuk ion-ion M22+.
-
Dilihat dari potensial standar, jelas bahwa hanya zat pengoksidasi dengan potensial dalam ranah – 0,79 V sampai -0,85 V dapat mengoksidasi air raksa menjadi Hg1 namun tidak menjadi Hg11.
-
Apabila air raksa direaksikan dengan zat pengoksidasi berlebih, seluruhnya akan berubah menjadi Hg11.
-
Sangat sedikit senyawa raksa yang larut dalam air, dan kebanyakan tak terhidrasi.
Sumber Ekstraksi
-
Bijih air raksa dapat ditemui pada batuan : cinnabar (HgS), Metasinabarit, Kalomel, Terlinguait, Eglestonit, Montroidit. Namun bijih air raksa yang terpenting hanyalah cinnabar,
-
Cinnabar (HgS) ini dipanggang menghasilkan oksidanya yang pada gilirannya terdekomposisi kira-kira 500o C, air raksa akan menguap.
HgS (s) + O2 (g) → Hg (g) + SO2 (g) -
Proses lain untuk mengurangi emisi SO2(g) ialah dengan memanggang HgS dengan Fe atau CaO
HgS (s) + Fe (s) → FeS (s) + Hg (g)
4 HgS (s) + 4 CaO (s) → 3 CaS (s) + CaSO4 (s) + 4 Hg (g)
Pemanggangan HgS tidak menghasilkan HgO. HgO tidak mantap pada suhu tinggi, mengurai menjadi Hg (g) dan O2 (g). -
Raksa dimurnikan dengan mereaksikannya dengan HNO3 (aq), yang mengoksidasi hampir semua pengotor. Hasilnya (tak larut) mengembang ke permukaan cairan dan dapat diambil. Pemurnian terakhir adalah melalui penyulingan. Raksa mudah diperoleh dengan kemurnian yang paling tinggi dari kebanyakan logam (99,9998% Hg atau lebih).
Penggunaan merkuri yang baik pada usaha
pertambangan logam mulia dengan metoda pengolahan amalgamasi :
-
Hindari kontak langsung ketika bekerja dengan merkuri, gunakanlah selalu sarung tangan.
-
Simpanlah merkuri selalu dalam tempat yang tertutup rapat ( bukan wadah dari aluminum ).
-
Selalu tambahkan air di atas cairan merkuri, kecuali pada merkuri yang sudah didaur ulang.
-
Jangan sampai menumpahkan merkuri karena sangat sulit untuk membersihkannya.
-
Gunakan merkuri secukupnya.
-
Bahan kimia ditempatkan pada ruangan tersendiri.
-
Menggunakan perlengkapan yang mendukung keselamatan dan kesehatan kerja.
-
Jangan makan atau merokok ketika menggunakan raksa.
-
Informasikan kepada yang lain tentang apa yang boleh dan tidak boleh ketika menggunakan raksa.
Rendam merkuri dalam larutan coustic soda dengan komposisi tiap 1 kg Hg dicuci dengan larutan 30 s /d 50 gr coustic soda dalam 1 liter air
Penyimpanan Merkuri
Meskipun merkuri memiliki titik didih
357 oC, namun memiliki kemampuan untuk
menguap pada temperatur kamar (25
oC) karena tekanan penguapannya yang
rendah.
Untuk menghindari
penguapan :
- Simpan merkuri pada tempat yang teduh ( temperature kamar > 25 oC) dan terhindar dari cahaya matahari secara langsung.
- Simpan dalam wadah khusus ( dapat menggunakan wadah yang terbuat dari bahan stainless steel, baja, besi, keramik, plastik atau kaca dan jangan menggunakan wadah dari aluminum ) yang tertutup dan pastikan merkuri terendam dengan sedikit air, dan taruhlah di tempat yang aman yang jauh dari anak.
REFERENSI
-
MARSDEN J, HOUSE I. The chemistry of gold extraction [M]. London, UK: Ellis Horwood Ltd, 1992: 230−264.
-
HISKEY J B. Current status of U.S. gold and silver heap leaching operations [C]// HISKEY J B. Au & Ag Heap and Dump Leaching Practice. Colorado, US: AIME, 1983: 1−7.
-
GASPARRINI C. The mineralogy of silver and its significance in metal extraction [J]. CIM Bulletin, 1984, 77(86): 99−110.
-
CRUELLS M, ROCA A, PATI. F, SALINAS E, RIVERA I. Cyanidation kinetics of argentian jarosite in alkaline media [J]. Hydrometallurgy, 2000, 55(2): 153−165.
-
LUNA R M, LAPIDUS G T. Cyanidation kinetics of silver sulfide [J]. Hydrometallurgy, 2000, 56(2): 171−188.
-
CRUZ R, LUNA-S. CHEZ R M, LAPIDUS G T, GONZ?EZ I, MONROY M. An experimental strategy to determine galvanic interactions affecting the reactivity of sulfide mineral concentrates [J].Hydrometallurgy, 2005, 78(2): 198−208.
-
LOROESCH J, KNORRE H, GRIFFITHS A. Developments in gold leaching using hydrogen peroxide [J]. Mining Engineering, 1989, 41(9): 963−965.
-
DUTRIZAC J E. The leaching of silver sulfides in ferric ion media [J]. Hydrometallurgy, 1994, 35(3): 275−292.
-
NUGENT A, BRACKENBURY K, KINNER J. AuPLUS systems for the treatment of gold ores using hydrogen peroxide and calcium peroxide [C]// World Gold’91. Queensland: AIMMEM, 1991: 173−176.
-
DESCHENES G, ROUSSEAUB M, TARDIFC J, PRUD'HOMMEA P J H. Effect of the composition of some sulphide minerals on cyanidation and use of lead nitrate and oxygen to alleviate their impact [J]. Hydrometallurgy, 1998, 50(2): 201−205.
-
XIE F, DREISINGER D. Leaching of silver sulfide with ferricyanide-cyanide solution [J]. Hydrometallurgy, 2007, 88(1/4): 98−108.
-
LEVICH V G. Physicochemical hydrodynamics [M]. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall, 1962: 688−689.
-
JEFFREY M I, RITCHIE I M. The leaching and electrochemistry of gold in high purity cyanide solutions [J]. Journal of Electrochemical Society, 2001, 148(4): D29−D36.
-
WADSWORTH M E. Surface processes in silver and gold cyanidation [J]. International Journal of Minerals Processing, 2000, 58(1/4): 351−368.
-
GUZMAN L, SEGARRA M, CHIMENOS J M, CABOT P L, ESPIELL F. Electrochemistry of conventional gold cyanidation [J]. Electrochimica Acta, 1999, 44(16): 2625−2632.
-
“Cyanide in Mining: Some Observations on the Chemistry, Toxicity, and Analysis of Mining Related Waters.” Robert Moran, Ph.D. Invited Paper, Presented at the Central Asia Ecology- 99 Meeting, Lake Issyk Kul, Kyrgyzstan. Sponsored by Soros Foundation. June 1999. Available on the web at http://www.mpi.org.au/features/esm_background.html (note the underscore) or contact Robert Moran at remoran@aol.com.
-
“Cyanide Spill at Baia Mare Romania.” United Nations Environment Program (UNEP) and Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) Assessment Mission. March 2000.
Available on the web at http://www.unep.ch/roe/baiamare.htm. -
“Cyanide Uncertainties: Observations on the Chemistry, Toxicity, and Analysis of Cyanide in Mining Related Waters.” Robert Moran, Ph.D. Mineral Policy Center Issue Paper No. 1. Available on the web at http://www.mineralpolicy.org/publications/issuepapers.php3?nav=4.
-
Ahsan 1989. "Detoxification of Cyanide in Heap Leach Piles Using Hydrogen Peroxide", Ahsan, M Q, et al., In World Gold, proceedings of the First Joint SME/Australian Institute of Mining and Metallurgy Meeting, R. Bhappu and R. Ibardin (editors), 1989.
-
Altringer 1991. Altringer, P B, Lien, R H., Gardner, K R, Biological and Chemical Selenium Removal From Precious Metals Solutions, proceedings of the Symposium on Environmental Management for the 1990s, Denver, Colorado, February 25-28, 1991.
-
BOM 1978. US Department of the Interior, Bureau of Mines, Processing Gold Ores Using Heap Leach-Carbon Adsorption Methods, Information Circular No. 8770, Washington, DC, 1978.
-
BOM 1984. US Department of the Interior, Bureau of Mines, Gold and Silver Leaching Practices in the United States, Information Circular No. 8969, Washington, DC, 1984.
-
BOM 1986. US Department of the Interior, Bureau of Mines, Precious Metals Recovery for Low-Grade Resources, proceedings of the Bureau of Mines Open Industry Briefing Session at the National Western Mining Conference, Denver, Colorado, February 12, 1986. Information Circular No. 9059. Washington, DC.
-
BOM 1978. US Department of the Interior, Bureau of Mines,Processing gold ores using heap leachsarbon adsorption methods / by H. J. Heinen, D. G. Peterson, and R. E. Lindstrom. [Washington] : U.S. Dept. of the Interior. Bureau of Mines, 1978.
-
J. S. At,. Inst. Min. Metal/., vol. 88, no. 8. Aug. 1988. pp. 257-264. Process options for the retreatment of gold- bearing material from sand dumps by P.J. VANSTADENt and P.A. LAXEN
-
THE ASSAYING AND REFINING OF GOLD A Guide for the Gold Jewellery Producer by Peter Raw, Publication Date: April 1997 Reprinted 2001 Published by the World Gold Council, Industrial Division, Times Place, 45 Pall Mall, London SW1Y 5JG
Telephone: +44 (0)20 7930 5171. Fax: +44 (0)20 7839 6561 Produced by Peter Raw Editor: Dr Christopher W Corti Originated and Printed by: Trait Design -
PEDOMAN TEKNIS PENCEGAHAN PENCEMARAN DAN/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP AKIBAT PERTAMBANGAN EMAS RAKYAT, Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 23 Tahun 2008 Tanggal : 31 Desember 2008
-
Kimia Anorganik - Unsur Au, Available on the web at http://bagus-rahmat.blogspot.com/2008/06/kimia-anorganik-unsur-au.html
SATUAN EMAS
UNITS
PPM = mg/L, mg/Kg, ug/mL, uL/L
PPB = ug/L, ug/Kg
1 ppb = 0.001 ppm
1 ppm = 1000 ppb
20000 ug/L = 20 mg/L
0.002 mg/Kg = 2 ug/Kg
PPM = Parts Per Million
PPB = Parts Per Billion
Milligrams per Liter = mg/L
Milligrams per Killogram = mg/Kg
Micrograms per Liter = ug/L
Micrograms per Killigram = ug/Kg
Micrograms per Milliliter = ug/uL
Microliters per Liter = uL/L
PPM = mg/L, mg/Kg, ug/mL, uL/L
PPB = ug/L, ug/Kg
1 ppb = 0.001 ppm
1 ppm = 1000 ppb
20000 ug/L = 20 mg/L
0.002 mg/Kg = 2 ug/Kg
PPM = Parts Per Million
PPB = Parts Per Billion
Milligrams per Liter = mg/L
Milligrams per Killogram = mg/Kg
Micrograms per Liter = ug/L
Micrograms per Killigram = ug/Kg
Micrograms per Milliliter = ug/uL
Microliters per Liter = uL/L
Unit conversion factors table
1 troy ounce = 31.10 grams
1 troy ounce = 1.0971 ounces avoirdupois (av.)
1 ounce (av) = 28.35 grams
1 pound (av) = 14.58 oz (troy)
1 pound (av) = 453.6 grams
1 pound (troy) = 12 oz (troy)
1 pound (troy) = 373.2 grams
1 pound (troy) = 13.17 oz. Av
1 long ton (2,240 lb. av.) = 32,666 oz. troy
1 short ton (2,000 lb. av.) = 29,166 oz. troy
1 metric ton (2,204.6 lb. av.) = 32,150 oz. troy
1 kg = 32.15 oz. troy
1 kg = 2.68 lb. troy
1 kg = 35.27 oz. av
1 kg = 2.20 lb. av
1 ppm = 1mg/kg
1 ppb = .001 mg/kg
1 troy ounce = 1.0971 ounces avoirdupois (av.)
1 ounce (av) = 28.35 grams
1 pound (av) = 14.58 oz (troy)
1 pound (av) = 453.6 grams
1 pound (troy) = 12 oz (troy)
1 pound (troy) = 373.2 grams
1 pound (troy) = 13.17 oz. Av
1 long ton (2,240 lb. av.) = 32,666 oz. troy
1 short ton (2,000 lb. av.) = 29,166 oz. troy
1 metric ton (2,204.6 lb. av.) = 32,150 oz. troy
1 kg = 32.15 oz. troy
1 kg = 2.68 lb. troy
1 kg = 35.27 oz. av
1 kg = 2.20 lb. av
1 ppm = 1mg/kg
1 ppb = .001 mg/kg
Satuan Emas di Beberapa Daerah
1 saga = 100 mg / 0,1 gram (
Bengkulu )
1 kaca = 100 mg / 0,1 gram ( Banjar )
1 batang =100 mg / 0,1 gram ( Menado )
1 sting = 40 mg / 0,04 gram ( Jambi )
1 kaca = 100 mg / 0,1 gram ( Banjar )
1 batang =100 mg / 0,1 gram ( Menado )
1 sting = 40 mg / 0,04 gram ( Jambi )
1 ketip = 30 sting
1 gram = 25 sting
1 manyam = 3 ketip
1 suku = 2 manyam
1 gram = 25 sting
1 manyam = 3 ketip
1 suku = 2 manyam
Sumber : www.mineraltambang.com
MENGOLAH DAUR ULANG EMAS DAN PERAK
1. Mengolah emas dari limbah elektronik (
e-waste )
Emas seringkali digunakan untuk melapisi
bagian-bagian tertentu dari komponen elektronika seperti prosesor,
finger, konektor, relay dan lain sebagainya. Beberapa komponen yang
disebutkan diatas beberapa bagiannya memang harus terbuat dari emas karena
hanya emaslah yang mampu menghantarkan arus listrik nyaris tanpa hambatan
atau disebut juga zero resistensi.
Hal inilah yang mendorong orang melakukan
recovery emas dari limbah elektronik ( ewaste ) Bahkan seperti yang diulas
detikINET, Selasa 22/5/2007 , tiap ton-nya mengandung
emas 17 kali lebih banyak dari
bijih emas dan 40 kali lebih banyak mengandung tembaga dibanding bijih
tembaga. Dalam laporan tersebut, sekitar 20 sampai 50 juta ton sampah elektronik
memenuhi tempat pembuangan akhir di seluruh dunia setiap tahunnya. Sebagian
besar sampah berasal dari pengguna yang meng-upgrade komputer dan
peralatan rumah elektronik lain. Sebab lain tentunya, barang-barang elektronik
tadi seiring lamanya pemakaian dapat mengalami kerusakan atau keausan.
Namun selain emas,
limbah elektronik mengandung sekitar 100 material, yang
sebagian besar dikategorikan sebagai bahan beracun dan berbahaya (
B3 ), karena mengandung unsur berbahaya dan beracun seperti logam
berat ( merkuri, timbal, kromium, kadmiun, arsenik dan sebagainya ),
PVC dan brominated flame-reterdants.
Banyak cara untuk mengambil kembali (
recovery ) emas yang terdapat pada komponen tersebut.
Di antaranya dengan
amalgamasi,
Aqua Regia, Chlorinasi, dan
Bombing.
Dapatkan ebook
MENGOLAH EMAS DARI SAMPAH ELEKTRONIK
terbitan Mineraltamabang.com. Dalam edisi kali ini akan dipaparkan metode yang
belum pernah diungkap sebelumnya, para praktisi menyebutnya
metode BOMBING.
Metode mengolah emas BOMBING
dikenalkan pada awal tahun 1970-an, sebuah untuk metode
mengkilatkan logam emas dengan proses kimia yang kemudian
dikenal secara luas sebagai 'bombing'. Dalam
sebuah Simposium di Santa Fe tahun 1990, Normandeau
menggambarkan detail proses mengenai metode
ini.
Pada proses recovery dengan
metoda BOMBING
terdiri dari dua tahap penting ekstraksi, yaitu proses pelarutan
dan proses pemisahan emas dari larutannya.
Proses pelarutan menggunakan lixiviants
( leaching agen ) Sianida sehingga disebut Leaching Sianida.
Leaching Sianida
adalah proses pelarutan selektif oleh sianida dimana hanya logam-logam tertentu
yang dapat larut, misalnya Au, Ag, Cu, Zn, Cd, Co dan lain-lain.
Persamaan reaksi yang umum digunakan untuk
pemisahan emas dalam larutan alkali sianida adalah :
2Au + 4CN- + ?O2 + H2O → 2[Au(CN)2]- + 2OH-
Mekanisme reaksi ini adalah mekanisme elektrokimia. Hidrogen peroksida dan telah dideteksi dalam larutan sianida di mana emas telah terpisah secara cepat, dan observasi ini menunjukkan bahwa beberapa emas kemungkinan terpisah melalui sepasang reaksi yang melibatkan pembentukan pertama hidrogen peroksida.
2Au + 4CN- + O2 + H2O → 2[Au(CN)2]- + 2OH- + H2O2
Lalu hidrogen peroksida bereaksi dengan beberapa emas dan sianida.
2Au + 4CN- + H2O2 → 2[Au(CN)2]- + 2OH-
2Au + 4CN- + ?O2 + H2O → 2[Au(CN)2]- + 2OH-
Mekanisme reaksi ini adalah mekanisme elektrokimia. Hidrogen peroksida dan telah dideteksi dalam larutan sianida di mana emas telah terpisah secara cepat, dan observasi ini menunjukkan bahwa beberapa emas kemungkinan terpisah melalui sepasang reaksi yang melibatkan pembentukan pertama hidrogen peroksida.
2Au + 4CN- + O2 + H2O → 2[Au(CN)2]- + 2OH- + H2O2
Lalu hidrogen peroksida bereaksi dengan beberapa emas dan sianida.
2Au + 4CN- + H2O2 → 2[Au(CN)2]- + 2OH-
Efek ketika saat H2O2
di tuang dalam proses pelarutan sebagai oksidan menimbulkan
reaksi mirip bom yang dijatuhkan dari udara, dari reaksi inilah
proses ini dikenal dengan istilah BOMBING
Hanya univalen emas yang diperoleh dalam
larutan sianida, sehingga pemisahan oksigen pada tekanan atmosfer tidak dapat
mengoksidasinya. Oksigen dari udara adalah agen pengoksidasi untuk memisahkan
emas dalam suatu larutan sianida.
Sedangkan pada proses pemisahan emas dari
larutannya menggunakan metode presipitation ( precipitation recovery ) yaitu
pengendapan dengan menggunakan presipitan. Presipitan yang digunakan adalah
zinc / seng, yang menggantikan emas dalam larutan sianida melalui suatu reaksi :
2[Au(CN)2]- + Zn → 2Au + [Zn(CN)4]2-
Presipitan lain yang dipakai adalah aluminium, yang lebih sederhana daripada zinc dan meregenerasi sianida secara langsung :
2[Au(CN)2]- + 3OH- + Al → 3Au + 6CN- + Al(OH)3
2[Au(CN)2]- + Zn → 2Au + [Zn(CN)4]2-
Presipitan lain yang dipakai adalah aluminium, yang lebih sederhana daripada zinc dan meregenerasi sianida secara langsung :
2[Au(CN)2]- + 3OH- + Al → 3Au + 6CN- + Al(OH)3
Setelah emas dipisahkan dari
larutan sianida dan dari residunya, langkah selanjutnya
adalah memurnikan emas sambil menyimpan larutan untuk dipakai
kembali.
Lebih lanjut tentang metode Bombing, dapat
Anda pelajari di Ebook
MENGOLAH EMAS DARI SAMPAH
ELEKTRONIK terbitan MineralTambang.com.
2. Mengolah perak dari
limbah film ( klise dan fixer )
Dalam limbah film terkandung perak yang memiliki prospek
yang baik jika didaur ulang. Hal ini dimungkinkan karena dalam setiap proses
pencucian film negatif, ( baik di studio foto, repro film percetakan,
maupun
rontgen ) terjadi pelarutan lapisan perak
dari film negatif tersebut. Dan dengan tehnik tertentu, air cucian film (
fixer
) tersebut dapat diolah untuk diambil peraknya ( silver recovery )
yang terlarut di dalamnya.
Lebih lanjut tentang metode mengolah perak dari
Limbah Film, dapat Anda pelajari di Ebook
MENGOLAH PERAK DARI LIMBAH
FILM terbitan MineralTambang.com.
Selain klise dan
fixer, perak juga terdapat pada contactor / breaker,
plastik papan keyboard, baterai kancing, dll.
3. Mengolah Platinum dari
limbah elektronik
Selain emas dan perak, logam lain yang
dapat didaur ulang di antaranya timah, tembaga, bahkan platina. Platina
dapat ditemukan di beberapa komponen antara lain : cakram harddisc,
thermocouple, peralatan medis, dll.
Bagaimana me-recovery platina dari
komponen tersebut akan dibahas di lain kesempatan.
Sumber :www.mineraltambang.com
DAMPAK PENCEMARAN MERCURY
Dampak Merkuri terhadap lingkungan
Para penambang emas tradisional menggunakan
merkuri untuk menangkap dan memisahkan butir-butir emas dari butir-butir
batuan. Endapan Hg ini disaring menggunakan kain untuk mendapatkan sisa
emas. Endapan yang tersaring kemudian diremas-remas dengan tangan. Air
sisa-sisa penambangan yang mengandung Hg dibiarkan mengalir ke sungai dan
dijadikan irigasi untuk lahan pertanian. Selain itu, komponen merkuri juga
banyak tersebar di karang, tanah, udara, air, dan organisme hidup melalui
proses fisik, kimia, dan biologi yang kompleks.
Mercury dapat terakumulasi dilingkungan dan
dapat meracuni hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme. Acidic permukaan air dapat
mengandung signifikan jumlah raksa. Bila nilai pH adalah antara lima dan tujuh,
maka konsentrasi raksa di dalam air akan meningkat karena mobilisasi raksa dari
dalam tanah. Setelah raksa telah mencapai permukaan air atau tanah dan
bersenyawa dengan karbon membentuk senyawa Hg organik oleh mikroorganisme
(bakteri) di air dan tanah. Senyawa Hg organik yang paling umum adalah methyl
mercury, suatu zat yang dapat diserap oleh sebagian besar organisme dengan cepat
dan diketahui berpotensi menyebabkan toksisitas terhadap sistem saraf pusat.
Bila mikroorganisme (bakteri) itu kemudian
termakan oleh ikan, ikan tersebut cenderung memiliki konsentrasi merkuri yang
tinggi. Ikan adalah organisme yang menyerap jumlah besar methyl raksa dari
permukaan air setiap hari. Akibatnya, methyl raksa dapat ikan dan menumpuk di
dalam rantai makanan yang merupakan bagian dari mereka. Efek yang telah raksa
pada hewan adalah kerusakan ginjal, gangguan perut, intestines kerusakan,
kegagalan reproduksi DNA dan perubahan.
Dampak Merkuri Terhadap Kesehatan
dari Tremor Sampai ke Kematian
Sulit untuk menduga seberapa besar akibat yang
ditimbulkan oleh adanya logam berat dalam tubuh. Namun, sebagian besar
toksisitas yang disebabkan oleh beberapa jenis logam berat seperti Pb, Cd, dan
Hg adalah karena kemampuannya untuk menutup sisi aktif dari enzim dalam sel. Hg
mempunyai bentuk kimiawi yang berbeda-beda dalam menimbulkan keracunan pada
mahluk hidup, sehingga menimbulkan gejala yang berbeda pula. Toksisitas Hg dalam
hal ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu toksisitas organik dan anorganik.
Pada bentuk anorganik, Hg berikatan dengan
satu atom karbon atau lebih, sedangkan dalam bentuk organik, dengan rantai alkil
yang pendek. Senyawa tersebut sangat stabil dalam proses metabolisme dan mudah
menginfiltrasi jaringan yang sukar ditembus, misalnya otak dan plasenta. Senyawa
tersebut mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible, baik pada orang
dewasa maupun anak (Darmono, 1995). Toksisitas Hg anorganik menyebabkan
penderita biasanya mengalami tremor. Jika terus berlanjut dapat menyebabkan
pengurangan pendengaran, penglihatan, atau daya ingat. Senyawa merkuri organik
yang paling populer adalah methyl mercury yang berpotensi menyebabkan toksisitas
terhadap sistem saraf pusat. Kejadian keracunan metil merkuri paling besar pada
makhluk hidup timbul di tahun 1950-an di Teluk Minamata, Jepang yang terkenal
dengan nama Minamata Disease
Walaupun mekanisme keracunan merkuri di dalam
tubuh belum diketahui dengan jelas, beberapa hal mengenai daya racun merkuri
dapat dijelaskan sebagai berikut (Fardiaz, 1992) :
-
Semua komponen merkuri dalam jumlah cukup, beracun terhadap tubuh.
-
Masing-masing komponen merkuri mempunyai perbedaan karakteristik dalam daya racun, distribusi, akumulasi, atau pengumpulan, dan waktu retensinya di dalam tubuh.
-
Transformasi biologi dapat terjadi di dalam lingkungan atau di dalam tubuh, saat komponen merkuri diubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya.
-
Pengaruh buruk merkuri di dalam tubuh adalah melalui penghambatan kerja enzim dan kemampuannya untuk berikatan dengan grup yang mengandung sulfur di dalam molekul enzim dan dinding sel.
-
Kerusakan tubuh yang disebabkan merkuri biasanya bersifat permanen, dan sampai saat ini belum dapat disembuhkan.
Penting untuk diketahui, air raksa sangat
beracun bagi manusia! Hanya sekitar 0,01 mg dalam tubuh manusia dapat
menyebabkan kematian. Sayangnya setelah air raksa yang sudah masuk ke dalam
tubuh manusia, tidak dapat dibawa keluar.
Kontaminasi dapat melalui inhalasi, proses
menelan atau penyerapan melalui kulit. Dari tiga proses tersebut, inhalasi
dari raksa uap adalah yang paling berbahaya. Jangka pendek terpapar raksa
uap dapat menghasilkan lemah, panas dingin, mual, muntah, diare, dan
gejala lain dalam waktu beberapa jam. Jangka panjang terkena uap raksa
menghasilkan getaran, lekas marah, insomnia, kebingungan, keluar air liur
berlebihan, ritasi paru-paru, iritasi mata, reaksi alergi, dari kulit
rashes, nyeri dan sakit kepala dan lainnya.
Mercury memiliki sejumlah efek yang sangat
merugikan pada manusia, di antaranya sebagai berikut :
-
Keracunan oleh merkuri nonorganik terutama mengakibatkan terganggunya fungsi ginjal dan hati.
-
Mengganggu sistem enzim dan mekanisme sintetik apabila berupa ikatan dengan kelompok sulfur di dalam protein dan enzim.
-
Merkuri (Hg) organik dari jenis methyl mercury dapat memasuki placenta dan merusak janin pada wanita hamil sehingga menyebabkan cacat bawaan, kerusakan DNA dan Chromosom, mengganggu saluran darah ke otak serta menyebabkan kerusakan otak.
Karena bahaya proses raksa bagi kesehatan dan
lingkungan yang serius, larangan penggunaannya semakin ketat. Pada
tahun 1988, diperkirakan 24 juta lb / yr dari raksa yang dilepaskan ke
udara, tanah, dan air di seluruh dunia sebagai hasil dari aktivitas
manusia. Ini termasuk raksa yang dilepaskan oleh pertambangan raksa dan
memperbaiki berbagai operasi manufaktur, dengan pembakaran batu bara, dan
sumber lainnya.
Pada tahun 1980-an, dengan meningkatnya
pemahaman dan kesadaran akan dampak penggunaan air raksa yang lebih banyak
membahayakan kesehatan dan lingkungan dari pada manfaat, membuat
penggunaannya mulai turun tajam. Pada tahun 1992, yang digunakan dalam
baterai telah menurun menjadi kurang dari 5% dari tingkat pada tahun 1988,
dan secara keseluruhan digunakan dalam perangkat listrik dan cahaya bulbs
telah turun 50% pada periode yang sama. Penggunaan raksa produksi cat,
fungisida, dan pestisida telah dilarang di Amerika Serikat, dan
penggunaannya dalam pengerjaan dan proses produksi kaca secara
sukarela telah dihentikan.
Di seluruh dunia, produksi raksa hanya
dibatasi untuk beberapa negara-negara dengan undang-undang lingkungan hidup
yang santai. Di Spanyol, semua pertambangan merkuri telah dihentikan, dimana
Spanyol pernah menjadi produsen merkuri terbesar di dunia sampai 1989. Di
Amerika Serikat, raksa pertambangan juga telah dihentikan, meskipun dalam
jumlah kecil adalah raksa kembali sebagai bagian dari proses pengilangan
emas untuk menghindari pencemaran lingkungan. Cina, Rusia (dulu dikenal
dengan USSR), Meksiko, dan Indonesia merupakan produsen terbesar raksa pada
tahun 1992.
Di Amerika Serikat, Badan Perlindungan
Lingkungan (EPA) telah melarang penggunaan raksa untuk banyak aplikasi. EPA
yang telah menetapkan tujuan mengurangi tingkat raksa ditemukan di kota
menolak IB dari 1,4 juta / thn (0,64 juta kg / thn) pada tahun 1989 menjadi
0,35 juta lb / yr (0,16 juta kg / thn) pada tahun 2000. Hal ini akan dicapai
oleh penurunan penggunaan raksa dalam meningkatkan produk dan pengalihan
dari raksa dari kota menolak melalui daur ulang. Mercury masih sebuah
komponen penting di banyak produk dan proses, walaupun penggunaannya
diharapkan untuk terus menurun. Untuk itu, penanganan yang tepat dan daur
ulang dari raksa diharapkan signifikan mengurangi lepaskan ke lingkungan dan
dengan demikian mengurangi bahaya kesehatan.
Mengingat bahaya yang ditimbulkan
dari penggunaan air raksa seperti yang diuraikan di atas, Anda
harus benar-benar memperhatikan keselamatan kerja! Hindari
pengolahan dan pembuangan tailing langsung ke sungai.
Sumber : www.mineraltambang.com
SIANIDA
Sianida ( asam sianida, asam prussiat ), memiliki kegunaan yang
tak sedikit, diantaranya di bidang pertanian, fotografi dan industri logam.
Penggunaannya untuk pengolahan mineral untuk memulihkan emas, tembaga, seng dan
perak mewakili sekitar 13% dari konsumsi sianida secara global, dengan 87% sisa
sianida yang digunakan dalam proses industri lainnya seperti plastik, perekat,
dan pestisida.
Namun, dampaknya terhadap kesehatan sangat mengerikan. Bila terpapar zat ini,
manusia dapat meninggal dalam waktu kurang dari setengah jam. Karena sifat yang
sangat beracun dari sianida, proses ini kontroversial dan penggunaannya dilarang
di sejumlah negara dan wilayah.
Dewasa ini sianida menjadi perhatian masyarakat karena terjadinya
banyak kasus keracunan oleh bahan kimia ini. Tak kenal maka tak sayang, sudah
sepatutnya kita mengenali racun sianida ini lebih jauh. Bukan untuk menyayangi
racun tersebut tentunya, namun agar kita lebih waspada.
Sifat Asam Sianida
Asam sianida murni tidak berwarna, mudah menguap sedikit di atas
suhu kamar ( 26 0C ), sangat toksik dan berbau khas. Bau ini akan
tercium bila konsentrasi lebih besar atau sama dengan 1 ppm, dan tidak berbau
lagi bila tertutup bau gaslainnya atau saraf sensoris orang telah
rusak/lumpuh.Berat molekulnya ringan, sukar terionisir, dan mudah berdifusi.
Oleh karena itu gas sianida mudah terhisap melalui saluran pernafasan ( paru
paru ), saluran pencernaan, dan kulit
Sumber sumber Sianida
1. HCN ( Hydrogen Sianida ) terdapat pada : Gas gas penerangan,
sisa sisa pembakaran.
2. Hydrocyanic Acid ( Prussic Acid ) berbentuk cairan, dapat
tercampur dengan air dalam segala proporsi, dapat diuraikan dengan cepat,
larutan netral atau alkali dengan menghasilkan ammomiak.
Dua bentuk Prussic Acid :
-
Dalam bentuk larutan dengan kadar 4% ( Scheele’s Axid )
-
Dalam bentuk larutan dengan kadar 2% ( Acid Hydrocyanicum dilutum ), dan bentuk inilah yang banyak digunakan di laboratorium.
Gas
gas ini juga dapat dibentuk dari proses destilasi KCN atau Kalium Fero Cyanida
dengan asam sulfat.
3. Di alam, Asam sianida terdapat pada tumbuh
tumbuhan yang mengandung amygdalin. Misalnya, singkong, ubi, biji buah apel,
peer, aprikot. Cyanida dengan air dan emulsin akan terhidrolisir menjadi
hidrogen, glukosa dan benzaldehide. Biji biji tersebut mengandung cyagenetik
glycosid yang akan melepaskan cyanida pada waktu dicerna.
Kegunaan
Asam sianida banyak dipakai di laboratorium laboratorium,
terutama dalam bentuk larutan dengan kadar 2%. Hydrocyanida Acid ( Prussic Acid
) banyak di pakai untuk berbagai reaksi proses kimia sintesis, tetapi terbanyak
diperdagangkan untuk fumigasi membunuh binatang, kuman, kutu dan tikus tikus
pada ruangan, gudang dan kapal kapal.
Dalam bentuk garamnya seperti KCN, NaCN, AgCN, digunakan untuk
keperluan fotografi, penyempuhan logam dan pewarnaan. Pada penyepuhan logam,
Asam sianida digunakan dalam proses pembersihan, pengerasan dan penyempuhan
logam logam untuk mendapatkan emas murni dari biji biji logamnya.
Asam sianida digunakan dalam proses pembersihan, pengerasan dan
penyempuhan logam logam untuk mendapatkan emas murni dari biji biji
logamnya.
Berikut masing-masing kegunaan garam sianida :
-
KCN : Garam ini ( dalam perdagangan ) mengandung 90% chloride, carbonate, cyanida dari kalium. Digunakan untuk proses proses reaksi kimia, perusahaan perusahaan listrik, dan fotografi. Tetapi sekarang banyak dipakai garam kalsium dan garam natrium yang lebih murah harganya.
-
Ca(CN)2 : Digunakan pada tambang tambang industri.
-
NaCN : Digunakan oleh perusahaan perusahaan metalurgi, listrik, pengerasan biji bjiji logam, penyamakan dan perusahaan perusahaan cat.
-
AgCN : Digunakan oleh perusahaan perusahaan perak karena sifatnya yang tidak larut dalam air, cepat diuraikan oleh asam lambung dan menghasilkan asam hydrosianida.
Derivat-derivat sianida
-
Acrylonitrile ( CH2 = CHCN ) : digunakan dalam proses pebuatan karet sintesis.
-
Cyanamida ( HN = C = HN ) : digunakan untuk pupuk buatan dan sebagai sumber hydogen cyanida.
-
Nitro Prusida (Fe (CN)5 (ON) : digunakan untuk pembuatan bahan bahan kimia sintesis.
Pathophysiology
Racun
sianida menghambat enzim cythochrom oxydase pada
penggunaan oksigen di sel sel tubuh. Enzim lain juga
terhambat, tetapi pengaruhnya kecil. Jelasnya, sianida
mempunyai aktivitas yang kuat terhadap enzim pernafasan, yakni enzim
cythchrom
oxydase, dimana cynida mengikat F3 yang terdapat pada enzim tersebut.
Akibatnya,
terjadi gangguan peredaran dan penggunaan oksigen dalam sel sel
tubuh,sehingga kadar O2 dalam darah ( HbO )
tinggi. Manifestasinya; pertama tama ditandai dengan
meningkatnya pernafasan tubuh akibat terpengaruhnya chemoreceptor di
carotic body dan pusat pusat pernafasan. Pada akhirnya
dapat terjadi paralysa dari semua sel sel tersebut dengan
akibat kelumpuhan total dari pernafasan. mengakibatkan anoxia, walaupun
kadar O2 dalam darah ( HbO ) tinggi.
Bentuk Bentuk Keracunan
Prinsip
manifestasi dari keracunan adalah sebagai berikut : pernafasan cepat,
tekanan darah turun, convulsi dan coma
A. Keracunan akut
Golongan
sianida : Sianogen chlorida ( ClC = N ), Acetonitril (
H3CN )
Ingesti /
Inhalasi : bila konsentrasi gas minimal 10 x M.L.D. Maka,
segera timbul penurunan kesadaran, convulusi dan akan meninggal dalam 15
menit. Bila mendekati M.L.D. akan segera timbul gejala
gejala : dizziness, pusing pusing, pernafasan cepat, rasa
ngantuk, tensi turun, pols cepat, tidak sadar dan akan mati dalam
keadaan kejang kejang dalam waktu 1 jam, kecuali bentuk
garam Na Nitroprusid dalam waktu 12 jam
Acrylonitril, Inhalasi : mual-mual, muntah
muntah, diare, kelemahan, pusing pusing dan jaundice.
Kontak Kulit : Blistering ( lepuh lepuh ) pada
kulit dan ini bukan merupakan gejala umum.
Ca-sianida. Ingesti : Flustering ( merah merah
) pada kulit dan membrana mucosa, pusing pusing, dizziness
dan tensi turun.
B. Kronis
Inhalasi :
dizziness, kelemahan, kongesti paru-paru, berat badan turun, mental
retardation.
Laboratorium
Ditemukan
adanya konsentrasi tinggi sianida pada jaringan tubuh. Misalnya, darah,
hati, ginjal. Sedang pada air seni konsentrasinya rendah. Pada umumnya
konsentrasi sianida dalam isi lambung / hati lebih tinggi pada keracunan
per oral bila dibandingkan dengan per inhalasinya. Sebenarnya pada
keracunan yang fatal tidak menunjukkan ciri ciri khas,
hanya bau amandel dapat terbau pada waktu dilakukan autopsi. Pada
keracunan Na dan K-sianida, dapat menimbulkan congesti dan korosi pada
mucosa trac digestifus.
Sumber : www.mineraltambang.com
PENANGANAN AWAL PENGOLAHAN CARA SIANIDASI
Oksigen memainkan peran penting dalam proses leaching. Telah terbukti bahwa tingkat pembubaran
emas dalam larutan sianida berbanding lurus
dengan jumlah oksigen hadir. Pada umumnya semakin tinggi oksigen maka reaksi juga
semakin cepat.
Tetapi ternyata berdasarkan teori limiting
rate didapatkan bahwa perbandingan sianida dan oksigen dalam larutan adalah
tetap yaitu 6 (enam). Sehingga jika sianida berlebih maka yang menentukan
kecepatan reaksi adalah kelarutan oksigen, demikian pula sebaliknya. Pada
konsentrasi sianida rendah, kecepatan pelindian hanya tergantung pada
konsentrasi sianida (konsentrasi oksigen tidak mempengaruhi), tetapi pada
konsentrasi tinggi, kecepatan pelindian hanya tergantung pada konsentrasi
oksigen.
Air normal pada umumjnya memiliki
oksigen terlarut 8-9 ppm yang ada di dalamnya. Sehingga apabila oksigen ini
digunakan oleh reaksi lainnya, diperlukan penambahan oksigen ke
dalamnya untuk mempercepat reaksi. Selain oksigen dari udara sebagai
oxidizing agents / agen pengoksidasi dengan cara
menginjeksikannya ke dalam larutan sianida dengan menggunakan kompresor
(aerasi), untuk memperkuat proses oksidasi dapat pula ditambahkan
oxidizing agents lainnya seperti Potassium Ferricyanide,
Potassium Permanganate (KMNO4) ,
Ozone (O3), Sodium Peroxide (Na2O2), Calsium Peroxide (CaO2), dan
Acetone. Namun oksidator yang sering digunakan adalah
Hydrogen Peroxide / Hidrogen peroksida (H2O2), selain
pertimbangan mudah penggunaannya, bahan ini mudah diperoleh di
pasaran dengan konsentrasi 30% dan relatif murah dibandingkan dengan oksidator lainnya.
Penggunaan Hidrogen peroksida ( H2O2
) dalam larutan sianida telah dideteksi di mana emas dapat terpisah secara cepat.
2Au +
4CN- + H2O2 → 2[Au(CN)2]- + 2OH-
Di dalam bijih emas biasanya terdapat berbagai
mineral sulfida reaktif seperti pyrite, arsenopyrite,
chalcopyrite, marcasite, pyrrhotite, realgar, dan chalcocite.
Mineral-mineral logam ini umumnya akan ikut terlarut ke dalam
larutan sianida, sedang mineral pengotor kuarsa tidak larut ke
dalam larutan sianida.
Cu2S + 6CN-
→ 2[Cu(CN)3]2-
+ S2-
Zn2S + 4CN- → 2[Zn(CN)4]2- + S2-
FeS + 6CN- + 2O2 → [Fe(CN)6]4- + [SO4]2-
Ion sulfida yang terbentuk akan bereaksi dengan oksigen membentuk thiosianat yang
tidak mempengaruhi kelarutan emas :
Zn2S + 4CN- → 2[Zn(CN)4]2- + S2-
FeS + 6CN- + 2O2 → [Fe(CN)6]4- + [SO4]2-
Ion sulfida yang terbentuk akan bereaksi dengan oksigen membentuk thiosianat yang
tidak mempengaruhi kelarutan emas :
S2-
+ CN- + 0,5 O2
+ H2O → CNS-
+ 2OH-
Juga akan teroksidasi menjadi thiosulphate :
Juga akan teroksidasi menjadi thiosulphate :
S2-+ 2O2
+ H2O → [S2O3]-+
2OH-
Reaksi-reaksi di atas menunjukkan bahwa kehadiran
mineral pengotor dapat memperlambat kecepatan pelarutan. Apabila
terbentuk ion sulfida dalam proses
sianidasi sering membentuk film pasif pada permukaan emas
sehingga menghambat proses pelarutan emas. Namun demikian, efek
ini dapat dihilangkan atau diminimalkan dengan cara
preareation intensif dan menambahkan garam Pb seperti Lead Nitrate [Pb (NO3)2]
sebelum proses sianidasi yang akan mengendapkan ion sulfida dalam
bentuk Pb sulfida yang tidak larut dalam air.
Penggunaan Ion NO3-
adalah anion yang sangat efektif dan kuat dalam
mengoksidasi mineral batuan. Namun bila menggunakan Acid
Nitric (HNO3) tentulah membutuhkan penanganan yang lebih
kompleks karena dalam proses sianida membutuhkan pH yang tinggi
untuk mencegah timbulnya gas HCN. Untuk mendapatkan ion NO3-
yang netral digunakan Lead Nitrat [Pb (NO3)2]
sebagai
promotor di dalam pulp. Garam timbal ini akan terurai dalam air
menjadi kation Pb2+ dan anion NO3-.
Lead Nitrate [Pb (NO3)2]
sebagai promotor
mencegah terlarutnya sulfida (S-2) dari PbS atau HgS dalam proses sianidasi, sehingga
menjaga permukaan emas bersih. Penggunaan Lead Nitrate dapat
meningkatkan kecepatan leaching, karena terjadinya reaksi
electrochemical yang menghasilkan sel galvanik lokal antara emas
dan timah (semi electrolisis), khususnya dalam pengolahan
sebagian bijih sulfida yang mengandung pyrite
dan sedikit pyrrhotite dan chalcopyrite.
Kebutuhan Lead Nitrate (PbNO3)2 sebagai
promotor
sebanyak sebanyak 0,01% s/d 0,03% untuk jenis batuan oksida
dan 0,05% s/d 0,08% untuk jenis batuan sulfida.
Proses penambahan [Pb (NO3)2] dapat dilakukan
di awal maupun bersamaan dengan proses sianidasi.
Selain Lead
Nitrate, garam logam yang dapat digunakan sebagai promotor adalah
Bismuth Nitrate [Bi(NO3)3],
Thallium Nitrate (TlNO3),
Mercury Sulphfate (HgSO4),
dan Silver Nitrate (AgNO3).
Alternatif lainnya dapat menggunakan Lead Acetate
dan Mercury Acetate.
Cara lain yang dapat diterapkan adalah dengan
menambahkan kapur Ca(OH)2
sebelum proses sianidasi, sehingga mineral sulfida akan
terdekomposisi dan akhirnya mengendap sebagai CaSO4
(Sudarsono, 2003), sesuai reaksi :
FeS + 2OH- →
Fe(OH)2 + S2-
2Fe(OH)2 + 0,5
O2 + H2O
→ 2Fe(OH)3
S2- + 2O2
→ [SO4]2-
[SO4]2-
+ Ca2+
→ CaSO4
Proses Pretreatment dengan menggunakan kombinasi
antara
Hydrogen Peroxide (H2O2) dan
promotor idealnya berlangsung selama 2 - 4 jam.
Sumber : www.mineraltambang.com
FAKTOR KEBERHASILAN PENGOLAHAN EMAS CARBON IN PULP
Proses pengolahan emas dengan sianida terutama
dengan menggunakan metode carbon in pulp ( CIP ) dapat dipengaruhi oleh beberapa
hal, yaitu :
-
Alkalinity ( pH tinggi )Kondisi alkalin ( pH tinggi / basa ) saat berlangsungnya proses sianidasi sangat menentukan keberhasilan proses sianidasi. Penggunaan alkalies seperti kalsium oksida, akan mencegah dekomposisi dalam larutan sianida untuk membentuk gas hidrogen sianida ( HCN.) Jika pH terlalu rendah / asam dapat menghasilkan gas HCN yang mudah menguap akibat proses hidrolisis, sehingga konsentrasi cyanida berkurang.CN- (aq) + H+ (aq) → HCN(g)Jika pH terlalu tinggi akan menyebabkan proses sianidasi berlangsung lambat, hal ini dikarenakan sianida menjadi terlalu stabil dalam pulp. Selain itu dengan terlalu rendah atau terlalu tinggi akan menyebabkan logam-logam lain akan larut dalam sianida yang membentuk senyawa kompleks sehingga turut terserap oleh karbon aktif.Untuk membuat kondisi basa dengan pH 10 - 11 gunakan kapur sebagai pH Modifier. Kapur aktif / kapur tohor ( CaO ) lebih reaktif menaikan pH sehingga kebutuhannya sedikit. Namun Kapur Hydroksida / kapur sirih ( CaOH ) juga dapat digunakan. Ketika memasukkan kapur hendaknya dilakukan di atas saringan 50 mesh agar kotoran atau batuan kapur yang besar tidak ikut masuk dalam tong. Selain kapur, pH Modifier lainya adalah Soda Api / Coustic Soda / Sodium Hydroxide ( NaOH ) atau Soda Abu ( Na2CO3 ).Pastikan pH 10 - 11 untuk mengantisipasi agar NaCN tidak berubah menjadi gas HCN yang sangat berbahaya ( dosis 60 mg HCN dapat membunuh manusia ). Dimana pada kondisi pH 9.3, konsentrasi sianida dapat berkurang hingga 50% karena menguap menjadi gas HCN, bahkan sianida berubah menjadi 99% HCN pada pH 7. Selain gas ini sangat berbahaya tentu mengurangi jumlah NaCN yang larut dalam pulp / slurry sehingga kemampuannya untuk melarutkan emas juga berkurang.
-
Free CyanidePelarut yang biasa digunakan dalam proses sianidasi adalah Sodium Cyanide ( NaCN ), Potassium Cyanide ( KCN ) , Calcium Cyanide [ Ca(CN)2 ], atau Ammonium Cyanide ( NH4CN ). Namun pelarut yang paling sering digunakan adalah NaCN, karena mampu melarutkan emas lebih baik dari pelarut lainnya.Konsentrasi sianida jika terlalu rendah reaksinya tidak optimum sehingga emasnya tidak terlarut menjadi emas-sianida. Jika terlalu tinggi akan bereaksi terhadap logam lain sehingga emas tidak banyak terserap oleh karbon aktif. Selain itu gunakan jenis sianida yang baik.
Pengukuran kondisi pH dapat diukur dengan beberapa
cara. Secara kualitatif pH dapat diperkirakan dengan kertas Lakmus (
Litmus ) atau kertas indikator pH. Secara kuantitatif pengukuran
pH dapat digunakan elektroda potensiometrik. Elektroda ini memonitor
perubahan voltase yang disebabkan oleh perubahan aktifitas ion hidrogen
( H+ ) dalam larutan. Elektroda pH yang paling modern terdiri dari
kombinasi tunggal elektroda referensi ( reference electrode ) dan
elektroda sensor ( sensing electrode ) yang lebih mudah dan lebih murah
daripada elektroda tepisah. Elektroda kombinasi ini mempunyai fungsi
yang sama dengan elektroda pasangan.
Sianida dapat bereaksi dengan
unsur selain emas,seperti tembaga, besi, perak, dan merkuri. Ketika sianida
bereakasi dengan zat tersebut, maka akan mengurangi sianida yang tersedia
untuk melarutkan emas. Sehingga terkadang diperlukan sianida yang lebih
banyak untuk melarutkan. Bijih tembaga dengan mineral seperti malachite dan
azurite menyebabkan masalah besar karena mineral tersebut bereaksi dengan
cepat dengan sianida.
Oleh karenanya, perlu dijaga kebutuhan ideal free
cyanide. Free cyanide bukanlah cyanide consumtion ( jumlah sianida yang
dipakai ) tetapi sianida yang masih bebas ( belum terikat dengan mineral
lain ) dan belum berubah menjadi Thiocyanate ( SCN
- ). Untuk itu perlu diketahui berapa
free cyanide (
CNF ), total cyanide ( CNT ), dan Thiocyanate-nya
(
SCN - ).
Metode paling umum dipakai adalah titrasi Argentometri dengan
menggunakan Silver Nitrate (AgNO3)
di mana reaksi yang terjadi adalah :
2KCN + AgNO3
→ AgKCN2 + KNO3
2NaCN + AgNO3 → AgNaCN2
+ NaNO3
-
Dissolved Oxygen ( Oksigen terlarut )Oksigen dan sianida sangat diperlukan pada proses sianidasi bijih emas. Proses sianidasi dikontrol oleh konsentrasi oksigen (oksigen terlarut) dan konsentrasi sianida bebas (free cyanide) di dalam larutan, agar dicapai persen ekstraksi yang tinggi maka keberadaan kedua senyawa ini di dalam larutan harus diamati dengan baik, artinya tidak ada manfaatnya meningkatkan konsentrasi sianida tetapi ternyata konsentrasi oksigen di dalam larutan rendah.
Untuk penjelasan lebih lanjut
mengenai penggunaan metode titrasi free cyanide ( CNF ),
total cyanide ( CNT ), dan Thiocyanate-nya ( SCN -
) silahkan klik di sini.
Penggunaan oksigen dari udara bebas dengan
cara aerasi adalah agen pengoksidasi paling mudah diterapkan. Namun mungkin
pada kondisi tertentu diperlukan penambahan oxidizing agents untuk
memperkuat proses oksidasi. Oxidizing agents yang biasa digunakan
antara lain Hydrogen Peroxide / Hidrogen peroksida (H2O2),
Potassium Ferricyanide, Potassium Permanganate (KMNO4)
, Ozone (O3), Sodium Peroxide (Na2O2),
Calsium Peroxide (CaO2), dan
Acetone.
Oksigen terlarut dapat dianalisis
atau ditentukan dengan 2 metoda, yaitu :
a. Metoda titrasi dengan cara WINKLER
Metoda titrasi dengan cara WINKLER secara umum banyak digunakan untuk menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Dengan menggunakan botol winkler, diperlukan air sampel sebanyak 300 ml atau 60 ml. Tidak boleh ada udara yang terperangkap dalam botol, caranya botol sampel harus berada di bawah permukaan air. Agar tidak ada gelembung udara yang terjebak, isi penuh dengan air hingga meluber saat ditutup. Kemudian sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 den Na0H - KI, sehingga akan terjadi endapan Mn02. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium ( I2 ) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar Natrium Thiosulfat ( Na2S203 ) dan menggunakan indikator larutan amilum ( kanji ). Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Metoda titrasi dengan cara WINKLER
Metoda titrasi dengan cara WINKLER secara umum banyak digunakan untuk menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Dengan menggunakan botol winkler, diperlukan air sampel sebanyak 300 ml atau 60 ml. Tidak boleh ada udara yang terperangkap dalam botol, caranya botol sampel harus berada di bawah permukaan air. Agar tidak ada gelembung udara yang terjebak, isi penuh dengan air hingga meluber saat ditutup. Kemudian sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 den Na0H - KI, sehingga akan terjadi endapan Mn02. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium ( I2 ) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar Natrium Thiosulfat ( Na2S203 ) dan menggunakan indikator larutan amilum ( kanji ). Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut :
MnCI2
+ NaOH → Mn(OH)2
+ 2 NaCI
2 Mn(OH)2
+ O2 → 2 MnO2
+ 2 H20
MnO2
+ 2 KI + 2 H2O → Mn(OH)2
+ I2
+ 2 KOH
I2
+ 2 Na2S2C3
→ Na2S4O6
+ 2 NaI
b. Metoda elektrokimia
Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia adalah cara langsung untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter. Prinsip kerjanya adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam dalarn larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan katoda perak ( Ag ) dan anoda timbal ( Pb ). Secara keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semi permeable terhadap oksigen. Reaksi kimia yang akan terjadi adalah :
b. Metoda elektrokimia
Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia adalah cara langsung untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter. Prinsip kerjanya adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam dalarn larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan katoda perak ( Ag ) dan anoda timbal ( Pb ). Secara keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semi permeable terhadap oksigen. Reaksi kimia yang akan terjadi adalah :
Katoda : O2 + 2 H2O
+ 4- → 4HO-
Anoda : Pb + 2 HO-
→ PbO + H2O + 2e-
Aliran reaksi yang terjadi tersebut
tergantung dari aliran oksigen pada katoda. Difusi oksigen dari sampel
ke elektroda berbanding lurus terhadap konsentrasi oksigen terlarut.
Penentuan oksigen terlarut ( DO ) dengan cara titrasi berdasarkan
metoda WINKLER lebih analitis apabila dibandingkan dengan cara
alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi iodometri ialah
penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan Thiosulfate dan
pembuatan larutan standar Kalium Bichromate yang tepat. Dengan mengikuti
prosedur penimbangan kaliumbikromat dan standarisasi tiosulfat secara
analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang lebih
akurat. Sedangkan penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter,
harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa.
Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan
oksigen terlarut dengan cara DO meter. Disamping itu, sebagaimana
lazimnya alat yang digital, peranan kalibrasi alat sangat menentukan
akurasinya hasil penentuan.
-
Karbon aktif.Di bawah ini adalah spesifikasi yang perlu diperhatikan dalam memilih karbon aktif untuk adsorbsi emas :
1. Hardness/attrition resistant
2. Activity
3. Total gold capasity adsorption
4. Shape and size distribution
5. Ash content
6. Bulk Density
7. Moisture
8. Surface area
9. %-Carbon Tetrachloride ( CTC / CCl4 )
10. %-w/wt Benzene adsorptionKarbon aktif yang berkualitas baik sangat menentukan hasil produksi emas yang diperoleh. Karbon aktif yang baik memiliki : struktur pori-pori yang alami, tingkat ketahanan yang tinggi ( higher resistence ) terhadap gesekan, tingkat kekerasan yang tinggi ( higher hardness ) dan bentuk yang seragam serta memiliki CTC yang cukip tinggi.Pilih karbon aktif yang tingkat kekerasannya (hardness) tinggi (up to 99%) sehingga tidak mudah pecah dan kandungan abunya (ash content) rendah (max 3%). Pecahan karbon maupun abu karbon mampu mengabsorbsi emas dengan baik namun kondisi ini tentu akan sangat merugikan karena pecahan karbon yang halus maupun abunya akan ikut hanyut terbuang saat dilakukan botoyong.Jika menggunakan karbon aktif yang memiliki CTC rendah, emas yang terabsopsi dalam karbon aktif akan mudah terlepas lagi saat proses pencucian karbon / botoyong. CTC yang disarankan sebaiknya 50%-60%. Untuk menghasilkan karbon CTC tinggi harus menggunakan kiln yang berputar dan datar serta kontrol temperatur yang akurat. Karbon yang belum melalui proses kiln biasanya hanya memiliki CTC 10 - 20 %. Hendaknya teliti dalam memilih karbon aktif karena secara kasat mata kita tidak dapat membedakan mana karbon aktif yang memiliki CTC rendah dan mana yang CTC nya tinggi, untuk itu disarankan untuk menggunakan karbon aktif yang diketahui jelas asal usul pabriknya dan sistem jaminan kualitasnya untuk menghindari karbon aktif yang memiliki CTC rendah.Biasanya dalam metode CIP menggunakan karbon aktif granular dengan ukuran 6x12 atau 6x16 mesh, sedangkan ukuran 6x16 atau 12x30 mesh digunakan dalam metode CIC. Konsentrasi penggunaan karbon dalam metode CIP adalah 10-25 gram per liter pulp ( 0.5 sampai 1,2% karbon dari volume ).
-
Ore / rep.Konsentrasi emas dalam ore sangat menentukan hasil produksi. Ore hasil tambang sangat bervariasi, ada yang berupa pasir, batu keras ( kuarsa ), batu lunak ( domato ), lempung ( clay ), dan lumpur.
Secara umum, agar
partikel emas dapat cepat larut, pulp/slurry
untuk keperluan produksi dibutuhkan ore dari hasil milling
80 - 90% -200 mesh ( -74 micron )
dengan kepadatan 40 - 50%-solid. Partikel emas 45 micron
akan larut dalam 10 - 13 jam, sementara partikel emas 150
micron mungkin memakan waktu 20 - 44 jam untuk larut dalam
solusi yang sama.
Untuk mendapatkan hasil
optimum, pengolahan emas pada batuan oksida (oxide
ores) biasanya cukup efektif dengan penggilingan pada 65
mesh dan leaching dengan 0,05% NaCN selama 4 - 24 jam dengan
kepadatan 50% solids. Sedangkan batuan sulfida (sulfida
ores) memerlukan penghalusan hingga 325 mesh dan leaching
dengan 0,1% NaCN selama 10 - 72 jam dengan kepadatan 40%
solids. ( Weiss 1985 ).
-
Bentuk agitator / propeller.Tangki agitator dan propeller harus seimbang agar pergerakan ore dan karbon aktif tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat. Karena kalau terlalu cepat senyawa kompleks emas-sianida tidak optimum terserap oleh karbon aktif dan bila terlalu lambat, ore akan mengendap yang menyebabkan sianida dan karbon akan terperangkap ke dalam ore.
Tangki agitator bentuk kerucut dapat
menjadi pilihan yang ideal untuk mengatasi masalah di atas. Namun kelemahan
model ini memiliki kapasitas yang relatif terbatas ( maksimal kapasitas yang
disarankan 10 ton ), karena bentuk tabung yang tinggi dan ramping.
-
Retention Time ( Waktu Tinggal )
Proses absorpsi emas ke dalam pori-pori
karbon aktif bukan melalui proses kimiawi melainkan kontak secara
fisik. Semakin lama waktu tinggal untuk reaksi maka recovery bisa meningkat
namun kapasitas produksi yang menurun.
-
Temperatur.
Emas akan lebih cepat terserap ke dalam karbon aktif pada suhu yang
tinggi.
Tetapi pada umumnya, hal ini tidak dipersoalkan dalam proses produksi.
Tetapi pada umumnya, hal ini tidak dipersoalkan dalam proses produksi.
Pengolahan emas yang optimal akan sulit
dicapai apabila bijih yang dikerjakan berasal dari beberapa jenis dengan tanpa
diketahui sifat khas bijihnya. Sehingga proses sianidasi akan melibatkan aneka
ragam reaksi samping, akibatnya kelarutan emas (Au) tergantung pada tipe dan
jumlah unsur pengotor yang terlarut. Dengan demikian, jenis batuan mineral atau
jenis bijih emas sangat mempengaruhi persen rekoveri yang dihasilkan.
Menurut Vaughan (1988), proses kelarutan emas
menjadi senyawa kompleks emas-sianida dapat terganggu oleh beberapa hal yang
berhubungan dengan adanya mineral-mineral pengotor ( gangue ) dan sejumlah
masalah yang sering muncul sbb :
-
Cyanides dan oxygen consumers.
Cyanides adalah mineral atau senyawa kimia yang dapat bereaksi mengkonsumsi sianida, sedangkan oxygen consumers adalah sesuatu yang bereaksi dengan oksigen di dalam larutan sianida selama proses leaching. Keduanya sama-sama tidak diharapkan selama proses produksi berlangsung, karena akan mengakibatkan sianidasi terhambat.
Unsur-unsur ekstra pengganggu, seperti digambarkan di atas di antaranya :-
Mineral tembaga ( seperti malachite dan azurite ), bereaksi dengan cepat dan akan larut dalam larutan sianida sehingga menyebabkan peningkatan penggunaan sianida, tembaga-sianida kompleks yang terbentuk akan cenderung menghambat pembubaran emas dalam larutan sianida.
-
Zink, unsur yang digunakan untuk mengendapkan emas dari solusi, jika hadir dalam bijih, akan bereaksi dengan sianida untuk membentuk senyawa sianida seng.
-
Unsur lain adalah nikel, meskipun tidak sampai mengganggu emas masuk ke solusi, melainkan pengendapan emas dari larutan sianida.
-
Arsenik dan antimon lakukan adalah mempresentasikan masalah yang lebih besar, dengan bereaksi dengan sianida dan menggunakan semua kelebihan oksigen, hanya menyisakan sedikit atau tidak ada oksigen untuk efek pembubaran emas.
-
-
Adsorbsi larutan emas
Emas dapat juga hilang selama proses sianidasi karena adanya adsorpsi ke dalam bahan carbonaceous ores dan bahan organik seperti kayu, batu bara, dll. Adsorpsi adalah proses dimana molekul komples emas dalam larutan sianida berinteraksi dengan material tersebut yang prosesnya serupa dengan proses penyerapan ke dalam karbon aktif. -
Halangan selama proses produksi Mineral-mineral liat ( clay ) karena ukurannya yang sangat kecil terkadang menjadi penghalang ( blockage ) sehingga menghalangi mobilisasi emas selama proses produksi.
MENGOLAH EMAS DENGAN METODE CARBON IN PULP
Dewasa ini, penyerapan dengan menggunakan karbon aktif banyak
digunakan dalam proses sianidasi pada skala industri pertambangan besar maupun
pertambangan rakyat di Indonesia, khususnya pengolahan emas dengan
Metode
CARBON IN PULP. Mengolah emas dengan Metode
CARBON IN PULP ( CIP )
pertama kali diperkenalkan pada tahun 1951, namun baru populer pada tahun 1973
setelah metode ini dipakai oleh Homestake Minning Co.'s plant di Lead, Dakota
Selatan, USA. Kemudian menyebar luas ke negara-negara Andino ( negara-negara
yang terletak di kawasan pegunungan Alpen ) seperti Peru, Chili, Equador,
Columbia, Venezuela dan menyebrang ke beberapa negara Afrika.
Di Asia, penggunaan metode ini secara kecil dimulai di Filipina
awal tahun 1980an yang kemudian diadopsi di Indonesia ( Sulawesi Utara ) sekitar
akhir 1999.
Mengolah emas dengan metode CIP didasarkan kenyataaan
bahwa emas dapat membentuk senyawa kompleks dengan
sianida. Proses tahap awalnya, emas yang masih berupa ore ( bijih )
ditambang pada suatu lokasi penambangan. Ore tersebut selanjutnya dihancurkan
hingga halus kemudian dicampur dengan air ( disebut pulp ). Pulp lalu dimasukan
ke dalam tangki agitator, dan ditambahkan sianida ke dalamnya. Sianida inilah
yang akan membentuk senyawa kompleks emas-sianida
yang nantinya akan diserap oleh
karbon aktif.
Karbon aktif yang dipergunakan dapat berasal dari arang batok
kelapa, maupun arang kayu atau batu bara. Yang paling banyak dipakai adalah
karbon aktif granular dari arang batok kelapa. Untuk kualitas baik, setiap
kg karbon aktif memiliki daya adsorbsi emas hingga 8 – 16 g, namun kualitas
karbon aktif yang tersedia dipasaran rata-rata hanya mampu mengadsorpsi
berkisar 2 – 5 g emas untuk setiap kg-nya.
Sumber : www.mineraltambang.com
PEMURNIAN EMAS (REFINING)
Refining, yaitu melakukan pengolahan logam kotor melalui proses kimia agar diperoleh tingkat kemurnian tinggi dengan tahapan sebagai berikut :
1. SMELTING ( peleburan
)
adalah proses reduksi bijih ( abu hasil roasting atau cake hasil
electrowinning ) pada suhu tinggi ( 1.200 oC ) hingga mendapatkan
material lelehan.
Dengan menambahkan Flux formula, salah satunya Borax -
Sodium Borate ( Na2B4O7.
10H2O ) sebagai bahan kimia
tambahan untuk proses smelting. Fungsi borax dalam proses smelting
yaitu mengikat kotoran penggangu selain logam ( slag / terak ).
Sehingga ketika mencair, matte ( logam lelehan ) akan berada
di bawah sedangkan bagian atas disebut slag / terak yang ditangkap
oleh silika berupa semacam kaca yang mudah untuk dipecahkan. Produk
reduksi selama proses pelelehan disebut Dore bullion (Au-Ag
alloy).
2. SIZE REDUCTION ( Pengecilan ukuran )
yaitu mereduksi dore bullion (Au-Ag alloy) yang masih berukuran besar menjadi
butiran-butiran kecil, sebelum diproses ke tahap parting. Idealnya besaran
butiran sekitar diameter 2-3 mm dengan kadar emas 25% atau kurang.
Bila perlu dilakukan Quartering, yaitu menurunkan kadar emas
dengan penambahan yang tepat dari tembaga atau perak agar tercapai kadar emas
25%.
Proses ini dilakukan berdasarkan proses perlakuan kimia untuk bahan fase padat
yang umumnya sangat dipengaruhi oleh luas permukaan dari bahan padat tersebut.
Semakin luas permukaannya, maka perlakuan kimia akan semakin baik. Dimana luas
permukaan dari suatu bahan padat berhubungan erat dengan ukuran dari bahan
tersebut, artinya semakin kecil ukuran dari bahan padat, maka permukaannya akan
semakin luas.
3. PARTING, yaitu proses
untuk memisahkan emas dengan perak dan logam dasar dari dore bullion
( Au-Ag alloy ) dengan larutan asam nitrat ( HNO3 ).
Dipasaran kita dapat temukan asam nitrat kadar 68%.
Hasil setelah perebusan terakhir, endapan yang ada sudah halus
dan berwarna coklat seperti bubuk kopi. Endapan ini merupakan bullion emas
( High Au Bullion ) dengan kadar emas mencapai 98%, untuk hasil lebih
baik dapat diproses dengan Aqua Regia agar dapat
diperoleh kadar hingga 99.6%.
Sedangkan air hasil bilasan yang ditampung diember
dilanjutkan pada proses hydrometalurgi untuk diambil
peraknya.
4. MELTING. Untuk mendapatkan logam emas,
endapan bullion emas ( High Au Bullion ) selanjutnya dilebur
dengan penambahan borax ( Na2B4O7•10H2O
). Tujuan pemakaian borax di sini adalah selain untuk mengikat
kotoran yang masih ada, juga untuk menahan bullion agar tidak
beterbangan saat terkena hembusan dari blander nantinya.
Setelah bullion dilebur akan tampak menggumpal seperti gumpalan
di dasar kowi. Biarkan dingin dahulu beberapa detik hingga membeku sebelum
dicongkel.
Bila menginginkan emas berwarna kuning mengkilat, caranya :
dimasak dalam panci yang dipanaskan hingga dua kali proses pemasakan dengan
larutan yang terdiri dari :
- Salpeter / sendawa sebanyak 2 %
- Tawas sebanyak 1 %,
- NaCl sebanyak 1 %,
- Air
Sendawa / Salpeter disebut juga niter, ada tiga mineral
yang mendukung nama ini, salpeter biasanya adalah kalium nitrat ( KNO3 ),
salpeter Norwegia / salpeter kapur / kalsium nitrat ( Ca(NO3)2 ), salpeter
natrium / natrium nitrat ( NaNO3 ).
Sumber : www.mineraltambang.com
Langganan:
Postingan (Atom)