Kamis, 07 Maret 2013

CARA GABUNG DI (IPERI) IKATAN PENAMBANG EMAS RAKYAT INDONESIA

CARA GABUNG

KLIK GABUNG DITAUTAN FACEBOOK INI  DAN KLIK DISINI http://www.facebook.com/groups/402207763206844/

KITA BISA SALING BERKENALAN DAN BERBAGI, BERTUKAR PIKIRAN, MEMPERLUAS PERSAHABATAN SERTA MEMPERKUAT PERSAUDARAAN
DI (IPERI) IKATAN PENAMBANG EMAS RAKYAT INDONESIA

PERKENALKAN DIRI KAMU DI GRUP FACEBOOK IPERI TERSEBUT
DAN JANGAN LUPA TERAKKAN JUGA DIMANA LOKASI KAMU MENAMBANG SAAT INI

MUDAH MUDAHAN DENGAN (IPERI) KITA JUGA DAPAT MEMPERJUANGKAN HAK HAK KITA SEBAGAI ANAK BANGSA, AMIN.




AIR RAKSA, QUICK SILVER, MERCURY, AIR PERAK, HYDRAGYRUM "Hg"

Merkuri merupakan salah satu dari unsur kimia yang mempunyai nama Hydragyrum yang berarti perak cair. Nomor atom raksa ialah 80 dengan bobot atom (BA 200,59) dan simbolnya dalam sistem periodik adalah "Hg" (dari Hydrargyrum). Logam ini berat, berwarna keperakan  yang cair pada suhu normal. Merkuri dihasilkan dari biji Cinnabar (HgS) yang mengandung unsur merkuri antara 0,1% - 4%. Mercury siap dengan bentuk alloys logam lainnya, dan ini akan bermanfaat dalam pengolahan emas dan perak. Hal ini pula yang mendorong untuk mengembangkan raksa dari cinnabar di Amerika setelah penemuan emas dan perak di California dan negara barat lainnya di tahun 1800an.

Mercury telah di temukan di Mesir pada makam kuno peniggalan abad ke 1500 SM, dan mungkin digunakan untuk keperluan kosmetik dan obat. Sekitar 350 SM, filsuf dan ilmuwan Yunani  Aristotel menjelaskan bagaimana cara mengambil air raksa dengan memanaskan batuan cinnabar untuk upacara keagamaan.  Di Roma, air raksa digunakan untuk berbagai keperluan dan memberikannya nama hydrargyrum, yang berarti perak cair menjadi asal simbol kimia Hg untuk air raksa. Tindakan percampuran Mercury pertama kali untuk mengolah ores perak dengan proses patio 1557 di Meksiko membuat permintaan air raksa sangat meningkat. Barometer raksa ditemukan oleh Torricelli di 1643, diikuti oleh penemuan yang raksa termometer oleh Fahrenheit di 1714.  Namun kini, dengan alasan kesehatan dan keamanan karena sifat toksik yang dimilikinya. penggunaannya untuk bahan pengisi termometer telah digantikan (oleh termometer alkohol, digital, atau termistor)

Mercury digunakan secara luas ke dalam berbagai produk industri dan aplikasi setelah 1900. Ia biasa digunakan sebagai bahan amalgam gigi, termometer, barometer, maupun peralatan ilmiah lainnya, baterai, cat, bahan peledak, cahaya bulbs, cahaya aktif, farmasi, fungicides, dan pestisida. Aplikasi  utamanya untuk produksi khlor dan caustic soda, dan dalam bentuk uap raksa digunakan dalam tabung fluoresensi dan penerangan jalan. Merkuri juga digunakan sebagai bagian dari proses untuk memproduksi kertas, felt, kaca, dan beberapa jenis plastik. Dalam industri pulp dan kertas banyak digunakan senyawa FMA (fenil merkuri asetat). Pemakaian ini bertujuan untuk mencegah pembentukan kapur pada pulp dan kertas basah selama proses penyimpanan. Hal ini menjadi sangat berbahaya karena kertas seringkali digunakan sebagai alat pembungkus makanan.

Sifat-Sifat Merkuri
 1. Sifat Fisik
  • Berkilau seperti warna keperakan
  • Mempunyai titik leleh yang rendah 234.32 K (-38.83o C, -37.89o F)
  • Berujud cair pada suhu kamar (25o C) dengan titik beku paling rendah sekitar -39o C.Masih berujud cair pada suhu 396o C. Pada temperatur 396o C ini telah terjadi pemuaian secara menyeluruh.
2. Sifat Kimia
  • Daya hantar listrik yang tinggi
  • Bersifat diagmanetik
  • Memberikan uap monoatom dan mempunyai tekanan uap (1,3 x 10-3 mm) pada suhu 20o C.
  • Larut dalam cairan polar maupun tidak polar.
  • Merupakan logam yang paling mudah menguap jika dibandingkan dengan logam-logam yang lain.Karena penguapan dan toksisitas yang tinggi, air raksa harus disimpan dalam kemasan tertutup dan ditangani dalam ruang yang cukup pertukaran udaranya.
  • Air raksa mudah hilang dari larutan akua garam air raksa karena reduksi oleh runutan bahan pereduksi, atau dengan disproporsionasi Hg22+.
  •  Cenderung membentuk ion-ion M22+.
  • Dilihat dari potensial standar, jelas bahwa hanya zat pengoksidasi dengan potensial dalam ranah – 0,79 V sampai -0,85 V dapat mengoksidasi air raksa menjadi Hg1 namun tidak menjadi Hg11.
  • Apabila air raksa direaksikan dengan zat pengoksidasi berlebih, seluruhnya akan berubah menjadi Hg11.
  • Sangat sedikit senyawa raksa yang larut dalam air, dan kebanyakan tak terhidrasi.
Sumber Ekstraksi
  • Bijih air raksa dapat ditemui pada batuan : cinnabar (HgS), Metasinabarit,  Kalomel, Terlinguait, Eglestonit, Montroidit. Namun bijih air raksa yang terpenting hanyalah cinnabar,
  • Cinnabar (HgS) ini dipanggang menghasilkan oksidanya yang pada gilirannya terdekomposisi kira-kira 500o C, air raksa akan menguap.
    HgS (s) + O2 (g)   Hg (g) + SO2 (g)
  • Proses lain untuk mengurangi emisi SO2(g) ialah dengan memanggang HgS dengan Fe atau CaO
    HgS (s) + Fe (s)   FeS (s) + Hg (g)
    4 HgS (s) + 4 CaO (s)   3 CaS (s) + CaSO4 (s) + 4 Hg (g)
    Pemanggangan HgS tidak menghasilkan HgO. HgO tidak mantap pada suhu tinggi, mengurai menjadi Hg (g) dan O2 (g).
  • Raksa dimurnikan dengan mereaksikannya dengan HNO3 (aq), yang mengoksidasi hampir semua pengotor. Hasilnya (tak larut) mengembang ke permukaan cairan dan dapat diambil. Pemurnian terakhir adalah melalui penyulingan. Raksa mudah diperoleh dengan kemurnian yang paling tinggi dari kebanyakan logam (99,9998% Hg atau lebih).
Penggunaan merkuri yang baik pada usaha pertambangan logam mulia dengan metoda pengolahan amalgamasi :
  1. Hindari kontak langsung ketika bekerja dengan merkuri, gunakanlah selalu sarung tangan.
  2. Simpanlah merkuri selalu dalam tempat yang tertutup rapat ( bukan wadah dari aluminum ).
  3. Selalu tambahkan air di atas cairan merkuri, kecuali pada merkuri yang sudah didaur ulang.
  4. Jangan sampai menumpahkan merkuri karena sangat sulit untuk membersihkannya.
  5. Gunakan merkuri secukupnya.
  6. Bahan kimia ditempatkan pada ruangan tersendiri.
  7. Menggunakan perlengkapan yang mendukung keselamatan dan kesehatan kerja.
  8. Jangan makan atau merokok ketika menggunakan raksa.
  9. Informasikan kepada yang lain tentang apa yang boleh dan tidak boleh ketika menggunakan raksa.
Cara membersihkan Merkuri
Rendam merkuri dalam larutan coustic soda dengan komposisi tiap 1 kg Hg dicuci dengan larutan 30 s /d 50 gr coustic soda dalam 1 liter air

Penyimpanan Merkuri

Meskipun merkuri memiliki titik didih 357 oC, namun memiliki kemampuan untuk menguap pada temperatur kamar (25 oC) karena tekanan penguapannya yang rendah.

 Untuk menghindari penguapan :

  1. Simpan merkuri pada tempat yang teduh ( temperature kamar > 25 oC) dan terhindar dari cahaya matahari secara langsung.
  2. Simpan dalam wadah khusus ( dapat menggunakan wadah yang terbuat dari bahan stainless steel, baja, besi, keramik, plastik atau kaca dan jangan menggunakan wadah dari aluminum ) yang tertutup dan pastikan merkuri terendam dengan sedikit air, dan taruhlah di tempat yang aman yang jauh dari anak.

REFERENSI

 
  1. MARSDEN J, HOUSE I. The chemistry of gold extraction [M]. London, UK: Ellis Horwood Ltd, 1992: 230−264.
  2. HISKEY J B. Current status of U.S. gold and silver heap leaching operations [C]// HISKEY J B. Au & Ag Heap and Dump Leaching Practice. Colorado, US: AIME, 1983: 1−7.
  3. GASPARRINI C. The mineralogy of silver and its significance in metal extraction [J]. CIM Bulletin, 1984, 77(86): 99−110.
  4. CRUELLS M, ROCA A, PATI. F, SALINAS E, RIVERA I. Cyanidation kinetics of argentian jarosite in alkaline media [J]. Hydrometallurgy, 2000, 55(2): 153−165.
  5. LUNA R M, LAPIDUS G T. Cyanidation kinetics of silver sulfide [J]. Hydrometallurgy, 2000, 56(2): 171−188.
  6. CRUZ R, LUNA-S. CHEZ R M, LAPIDUS G T, GONZ?EZ I, MONROY M. An experimental strategy to determine galvanic interactions affecting the reactivity of sulfide mineral concentrates [J].Hydrometallurgy, 2005, 78(2): 198−208.
  7. LOROESCH J, KNORRE H, GRIFFITHS A. Developments in gold leaching using hydrogen peroxide [J]. Mining Engineering, 1989, 41(9): 963−965.
  8. DUTRIZAC J E. The leaching of silver sulfides in ferric ion media [J]. Hydrometallurgy, 1994, 35(3): 275−292.
  9. NUGENT A, BRACKENBURY K, KINNER J. AuPLUS systems for the treatment of gold ores using hydrogen peroxide and calcium peroxide [C]// World Gold’91. Queensland: AIMMEM, 1991: 173−176.
  10. DESCHENES G, ROUSSEAUB M, TARDIFC J, PRUD'HOMMEA P J H. Effect of the composition of some sulphide minerals on cyanidation and use of lead nitrate and oxygen to alleviate their impact [J]. Hydrometallurgy, 1998, 50(2): 201−205.
  11. XIE F, DREISINGER D. Leaching of silver sulfide with ferricyanide-cyanide solution [J]. Hydrometallurgy, 2007, 88(1/4): 98−108.
  12. LEVICH V G. Physicochemical hydrodynamics [M]. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall, 1962: 688−689.
  13. JEFFREY M I, RITCHIE I M. The leaching and electrochemistry of gold in high purity cyanide solutions [J]. Journal of Electrochemical Society, 2001, 148(4): D29−D36.
  14. WADSWORTH M E. Surface processes in silver and gold cyanidation [J]. International Journal of Minerals Processing, 2000, 58(1/4): 351−368.
  15. GUZMAN L, SEGARRA M, CHIMENOS J M, CABOT P L, ESPIELL F. Electrochemistry of conventional gold cyanidation [J]. Electrochimica Acta, 1999, 44(16): 2625−2632.
  16. “Cyanide in Mining: Some Observations on the Chemistry, Toxicity, and Analysis of Mining Related Waters.” Robert Moran, Ph.D. Invited Paper, Presented at the Central Asia Ecology- 99 Meeting, Lake Issyk Kul, Kyrgyzstan. Sponsored by Soros Foundation. June 1999. Available on the web at http://www.mpi.org.au/features/esm_background.html  (note the underscore) or contact Robert Moran at remoran@aol.com.
  17. “Cyanide Spill at Baia Mare Romania.” United Nations Environment Program (UNEP) and Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) Assessment Mission. March 2000.
    Available on the web at http://www.unep.ch/roe/baiamare.htm.
  18. “Cyanide Uncertainties: Observations on the Chemistry, Toxicity, and Analysis of Cyanide in Mining Related Waters.” Robert Moran, Ph.D. Mineral Policy Center Issue Paper No. 1. Available on the web at http://www.mineralpolicy.org/publications/issuepapers.php3?nav=4.
  19. Ahsan 1989. "Detoxification of Cyanide in Heap Leach Piles Using Hydrogen Peroxide", Ahsan, M Q, et al., In World Gold, proceedings of the First Joint SME/Australian Institute of Mining and Metallurgy Meeting, R. Bhappu and R. Ibardin (editors), 1989.
  20. Altringer 1991. Altringer, P B, Lien, R H., Gardner, K R, Biological and Chemical Selenium Removal From Precious Metals Solutions, proceedings of the Symposium on Environmental Management for the 1990s, Denver, Colorado, February 25-28, 1991.
  21. BOM 1978. US Department of the Interior, Bureau of Mines, Processing Gold Ores Using Heap Leach-Carbon Adsorption Methods, Information Circular No. 8770, Washington, DC, 1978.
  22. BOM 1984. US Department of the Interior, Bureau of Mines, Gold and Silver Leaching Practices in the United States, Information Circular No. 8969, Washington, DC, 1984.
  23. BOM 1986. US Department of the Interior, Bureau of Mines, Precious Metals Recovery for Low-Grade Resources, proceedings of the Bureau of Mines Open Industry Briefing Session at the National Western Mining Conference, Denver, Colorado, February 12, 1986. Information Circular No. 9059. Washington, DC.
  24. BOM 1978. US Department of the Interior, Bureau of Mines,Processing gold ores using heap leachsarbon adsorption methods / by H. J. Heinen, D. G. Peterson, and R. E. Lindstrom. [Washington] : U.S. Dept. of the Interior. Bureau of Mines, 1978.
  25. J. S. At,. Inst. Min. Metal/., vol. 88, no. 8. Aug. 1988. pp. 257-264. Process options for the retreatment of gold- bearing material from sand dumps by P.J. VANSTADENt and P.A. LAXEN
  26. THE ASSAYING AND REFINING OF GOLD A Guide for the Gold Jewellery Producer by Peter Raw, Publication Date: April 1997 Reprinted 2001 Published by the World Gold Council, Industrial Division, Times Place, 45 Pall Mall, London SW1Y 5JG
    Telephone: +44 (0)20 7930 5171. Fax: +44 (0)20 7839 6561 Produced by Peter Raw Editor: Dr Christopher W Corti Originated and Printed by: Trait Design
  27. PEDOMAN TEKNIS PENCEGAHAN PENCEMARAN DAN/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP AKIBAT PERTAMBANGAN EMAS RAKYAT, Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 23 Tahun 2008 Tanggal : 31 Desember 2008
  28. Kimia Anorganik - Unsur Au, Available on the web at http://bagus-rahmat.blogspot.com/2008/06/kimia-anorganik-unsur-au.html

SATUAN EMAS

UNITS

PPM = mg/L, mg/Kg, ug/mL, uL/L
PPB = ug/L, ug/Kg

1 ppb = 0.001 ppm
1 ppm = 1000 ppb

20000 ug/L = 20 mg/L
0.002 mg/Kg = 2 ug/Kg

PPM = Parts Per Million
PPB = Parts Per Billion

Milligrams per Liter = mg/L
Milligrams per Killogram = mg/Kg
Micrograms per Liter = ug/L
Micrograms per Killigram = ug/Kg
Micrograms per Milliliter = ug/uL
Microliters per Liter = uL/L

Unit conversion factors table
1 troy ounce = 31.10 grams
1 troy ounce = 1.0971 ounces avoirdupois (av.)
1 ounce (av) = 28.35 grams
1 pound (av) = 14.58 oz (troy)
1 pound (av) = 453.6 grams
1 pound (troy) = 12 oz (troy)
1 pound (troy) = 373.2 grams
1 pound (troy) = 13.17 oz. Av
1 long ton (2,240 lb. av.) = 32,666 oz. troy
1 short ton (2,000 lb. av.) = 29,166 oz. troy
1 metric ton (2,204.6 lb. av.) = 32,150 oz. troy
1 kg = 32.15 oz. troy
1 kg = 2.68 lb. troy
1 kg = 35.27 oz. av
1 kg = 2.20 lb. av
1 ppm = 1mg/kg
1 ppb = .001 mg/kg
 

Satuan Emas di Beberapa Daerah
1 saga = 100 mg / 0,1 gram ( Bengkulu )
1 kaca = 100 mg / 0,1 gram ( Banjar )
1 batang =100 mg / 0,1 gram ( Menado )
1 sting = 40 mg / 0,04 gram ( Jambi )
1 ketip = 30 sting
1 gram = 25 sting
1 manyam = 3 ketip
1 suku = 2 manyam

MENGOLAH DAUR ULANG EMAS DAN PERAK

1. Mengolah emas dari limbah elektronik ( e-waste )

Emas seringkali digunakan untuk melapisi bagian-bagian tertentu dari komponen elektronika seperti prosesor, finger, konektor, relay dan lain sebagainya. Beberapa komponen yang disebutkan diatas beberapa bagiannya memang harus terbuat dari emas karena hanya emaslah yang mampu menghantarkan arus listrik nyaris tanpa hambatan atau disebut juga zero resistensi.
Hal inilah yang mendorong orang melakukan recovery emas dari limbah elektronik ( ewaste ) Bahkan seperti yang diulas detikINET, Selasa 22/5/2007 , tiap ton-nya mengandung emas 17 kali lebih banyak dari bijih emas dan 40 kali lebih banyak mengandung tembaga dibanding bijih tembaga. Dalam laporan tersebut, sekitar 20 sampai 50 juta ton sampah elektronik memenuhi tempat pembuangan akhir di seluruh dunia setiap tahunnya. Sebagian besar sampah berasal dari pengguna yang meng-upgrade komputer dan peralatan rumah elektronik lain. Sebab lain tentunya, barang-barang elektronik tadi seiring lamanya pemakaian dapat mengalami kerusakan atau keausan.
Namun selain emas, limbah elektronik mengandung sekitar 100 material, yang sebagian besar dikategorikan sebagai bahan beracun dan berbahaya ( B3 ), karena mengandung unsur berbahaya dan beracun seperti logam berat ( merkuri, timbal, kromium, kadmiun, arsenik dan sebagainya ), PVC dan brominated flame-reterdants.

Banyak cara untuk mengambil kembali ( recovery )  emas yang terdapat pada komponen tersebut. Di antaranya dengan amalgamasi, Aqua Regia, Chlorinasi, dan Bombing.
Dapatkan ebook MENGOLAH EMAS DARI SAMPAH ELEKTRONIK terbitan Mineraltamabang.com. Dalam edisi kali ini akan dipaparkan metode yang belum pernah diungkap sebelumnya, para praktisi menyebutnya metode BOMBING.

Metode mengolah emas BOMBING dikenalkan pada awal tahun 1970-an, sebuah untuk metode mengkilatkan logam emas dengan proses kimia yang kemudian dikenal secara luas sebagai 'bombing'.  Dalam sebuah Simposium di Santa Fe tahun 1990, Normandeau menggambarkan detail proses mengenai metode ini.

Pada proses recovery dengan metoda BOMBING terdiri dari dua tahap penting ekstraksi, yaitu proses pelarutan dan proses pemisahan emas dari larutannya.

Proses pelarutan menggunakan  lixiviants  ( leaching agen ) Sianida sehingga disebut Leaching Sianida. Leaching Sianida adalah proses pelarutan selektif oleh sianida dimana hanya logam-logam tertentu yang dapat larut, misalnya Au, Ag, Cu, Zn, Cd, Co dan lain-lain. 
Persamaan reaksi yang umum digunakan untuk pemisahan emas dalam larutan alkali sianida adalah :
2Au + 4CN- + ?O2 + H2O → 2[Au(CN)2]- + 2OH-
Mekanisme reaksi ini adalah mekanisme elektrokimia. Hidrogen peroksida dan telah dideteksi dalam larutan sianida di mana emas telah terpisah secara cepat, dan observasi ini menunjukkan bahwa beberapa emas kemungkinan terpisah melalui sepasang reaksi yang melibatkan pembentukan pertama hidrogen peroksida.
2Au + 4CN- + O2 + H2O → 2[Au(CN)2]- + 2OH- + H2O2
Lalu hidrogen peroksida bereaksi dengan beberapa emas dan sianida.
2Au + 4CN- + H2O2 → 2[Au(CN)2]- + 2OH-
Efek ketika saat H2O2 di tuang dalam proses pelarutan sebagai oksidan menimbulkan reaksi mirip bom yang dijatuhkan dari udara, dari reaksi inilah proses ini dikenal dengan istilah BOMBING
Hanya univalen emas yang diperoleh dalam larutan sianida, sehingga pemisahan oksigen pada tekanan atmosfer tidak dapat mengoksidasinya. Oksigen dari udara adalah agen pengoksidasi untuk memisahkan emas dalam suatu larutan sianida.
Sedangkan pada proses pemisahan emas dari larutannya menggunakan metode presipitation ( precipitation recovery ) yaitu pengendapan dengan menggunakan presipitan. Presipitan yang digunakan adalah zinc / seng, yang menggantikan emas dalam larutan sianida melalui suatu reaksi :
2[Au(CN)2]- + Zn → 2Au + [Zn(CN)4]2-
Presipitan lain yang dipakai adalah aluminium, yang lebih sederhana daripada zinc dan meregenerasi sianida secara langsung :
2[Au(CN)2]- + 3OH- + Al → 3Au + 6CN- + Al(OH)3

Setelah emas dipisahkan dari larutan sianida dan dari residunya, langkah selanjutnya adalah memurnikan emas sambil menyimpan larutan untuk dipakai kembali.
Lebih lanjut tentang metode Bombing, dapat Anda pelajari di Ebook MENGOLAH EMAS DARI SAMPAH ELEKTRONIK terbitan MineralTambang.com. 

2. Mengolah perak dari limbah film ( klise dan fixer )
Dalam limbah film terkandung perak yang memiliki prospek yang baik jika didaur ulang. Hal ini dimungkinkan karena dalam setiap proses pencucian film negatif, ( baik di studio foto, repro film percetakan, maupun rontgen ) terjadi pelarutan lapisan perak dari film negatif tersebut. Dan dengan tehnik tertentu, air cucian film ( fixer ) tersebut dapat diolah untuk diambil peraknya  ( silver recovery ) yang terlarut di dalamnya.


Lebih lanjut tentang metode mengolah perak dari Limbah Film, dapat Anda pelajari di Ebook MENGOLAH PERAK DARI LIMBAH FILM terbitan MineralTambang.com.

Selain klise dan fixer, perak juga terdapat pada contactor / breaker, plastik papan keyboard, baterai kancing, dll.

3. Mengolah Platinum dari limbah elektronik
Selain emas dan perak, logam lain yang dapat didaur ulang di antaranya timah, tembaga, bahkan platina. Platina dapat ditemukan di beberapa komponen antara lain : cakram harddisc, thermocouple, peralatan medis, dll.

Bagaimana me-recovery platina dari komponen tersebut akan dibahas di lain kesempatan.



DAMPAK PENCEMARAN MERCURY

Dampak Merkuri terhadap lingkungan
Para penambang emas tradisional menggunakan merkuri untuk menangkap dan memisahkan butir-butir emas dari butir-butir batuan. Endapan Hg ini disaring menggunakan kain untuk mendapatkan sisa emas. Endapan yang tersaring kemudian diremas-remas dengan tangan. Air sisa-sisa penambangan yang mengandung Hg dibiarkan mengalir ke sungai dan dijadikan irigasi untuk lahan pertanian. Selain itu, komponen merkuri juga banyak tersebar di karang, tanah, udara, air, dan organisme hidup melalui proses fisik, kimia, dan biologi yang kompleks.
Mercury dapat terakumulasi dilingkungan dan dapat meracuni hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme. Acidic permukaan air dapat mengandung signifikan jumlah raksa. Bila nilai pH adalah antara lima dan tujuh, maka konsentrasi raksa di dalam air akan meningkat karena mobilisasi raksa dari dalam tanah. Setelah raksa telah mencapai permukaan air atau tanah dan bersenyawa dengan karbon membentuk senyawa Hg organik oleh mikroorganisme (bakteri) di air dan tanah. Senyawa Hg organik yang paling umum adalah methyl mercury, suatu zat yang dapat diserap oleh sebagian besar organisme dengan cepat dan diketahui berpotensi menyebabkan toksisitas terhadap sistem saraf pusat.
Bila mikroorganisme (bakteri) itu kemudian termakan oleh ikan, ikan tersebut cenderung memiliki konsentrasi merkuri yang tinggi. Ikan adalah organisme yang menyerap jumlah besar methyl raksa dari permukaan air setiap hari. Akibatnya, methyl raksa dapat ikan dan menumpuk di dalam rantai makanan yang merupakan bagian dari mereka. Efek yang telah raksa pada hewan adalah kerusakan ginjal, gangguan perut, intestines kerusakan, kegagalan reproduksi DNA dan perubahan.
Dampak Merkuri Terhadap Kesehatan dari Tremor Sampai ke Kematian
Sulit untuk menduga seberapa besar akibat yang ditimbulkan oleh adanya logam berat dalam tubuh. Namun, sebagian besar toksisitas yang disebabkan oleh beberapa jenis logam berat seperti Pb, Cd, dan Hg adalah karena kemampuannya untuk menutup sisi aktif dari enzim dalam sel. Hg mempunyai bentuk kimiawi yang berbeda-beda dalam menimbulkan keracunan pada mahluk hidup, sehingga menimbulkan gejala yang berbeda pula. Toksisitas Hg dalam hal ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu toksisitas organik dan anorganik.
Pada bentuk anorganik, Hg berikatan dengan satu atom karbon atau lebih, sedangkan dalam bentuk organik, dengan rantai alkil yang pendek. Senyawa tersebut sangat stabil dalam proses metabolisme dan mudah menginfiltrasi jaringan yang sukar ditembus, misalnya otak dan plasenta. Senyawa tersebut mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible, baik pada orang dewasa maupun anak (Darmono, 1995). Toksisitas Hg anorganik menyebabkan penderita biasanya mengalami tremor. Jika terus berlanjut dapat menyebabkan pengurangan pendengaran, penglihatan, atau daya ingat. Senyawa merkuri organik yang paling populer adalah methyl mercury yang berpotensi menyebabkan toksisitas terhadap sistem saraf pusat. Kejadian keracunan metil merkuri paling besar pada makhluk hidup timbul di tahun 1950-an di Teluk Minamata, Jepang yang terkenal dengan nama Minamata Disease
Walaupun mekanisme keracunan merkuri di dalam tubuh belum diketahui dengan jelas, beberapa hal mengenai daya racun merkuri dapat dijelaskan sebagai berikut (Fardiaz, 1992) :
  • Semua komponen merkuri dalam jumlah cukup, beracun terhadap tubuh.
  • Masing-masing komponen merkuri mempunyai perbedaan karakteristik dalam daya racun, distribusi, akumulasi, atau pengumpulan, dan waktu retensinya di dalam tubuh.
  • Transformasi biologi dapat terjadi di dalam lingkungan atau di dalam tubuh, saat komponen merkuri diubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya.
  • Pengaruh buruk merkuri di dalam tubuh adalah melalui penghambatan kerja enzim dan kemampuannya untuk berikatan dengan grup yang mengandung sulfur di dalam molekul enzim dan dinding sel.
  • Kerusakan tubuh yang disebabkan merkuri biasanya bersifat permanen, dan sampai saat ini belum dapat disembuhkan.
Penting untuk diketahui, air raksa sangat beracun bagi manusia! Hanya sekitar 0,01 mg dalam tubuh manusia dapat menyebabkan kematian. Sayangnya setelah air raksa yang sudah masuk ke dalam tubuh manusia, tidak dapat dibawa keluar.
Kontaminasi dapat melalui inhalasi, proses menelan atau penyerapan melalui kulit. Dari tiga proses tersebut, inhalasi dari raksa uap adalah yang paling berbahaya. Jangka pendek terpapar raksa uap dapat menghasilkan lemah, panas dingin, mual, muntah, diare,  dan gejala lain dalam waktu beberapa jam. Jangka panjang terkena uap raksa menghasilkan getaran, lekas marah, insomnia, kebingungan, keluar air liur berlebihan,  ritasi paru-paru, iritasi mata, reaksi alergi, dari kulit rashes, nyeri dan sakit kepala  dan lainnya.
Mercury memiliki sejumlah efek yang sangat merugikan pada manusia, di antaranya sebagai berikut :
  • Keracunan oleh merkuri nonorganik terutama mengakibatkan terganggunya fungsi ginjal dan hati.
  • Mengganggu sistem enzim dan mekanisme sintetik apabila berupa ikatan dengan kelompok sulfur di dalam protein dan enzim.
  • Merkuri (Hg) organik dari jenis methyl mercury dapat memasuki placenta dan merusak janin pada wanita hamil sehingga menyebabkan cacat bawaan, kerusakan DNA dan Chromosom, mengganggu saluran darah ke otak serta menyebabkan kerusakan otak.
Karena bahaya proses raksa bagi kesehatan dan lingkungan yang serius, larangan penggunaannya  semakin ketat. Pada tahun 1988, diperkirakan 24 juta lb / yr dari raksa yang dilepaskan ke udara, tanah, dan air di seluruh dunia sebagai hasil dari aktivitas manusia. Ini termasuk raksa yang dilepaskan oleh pertambangan raksa dan memperbaiki berbagai operasi manufaktur, dengan pembakaran batu bara, dan sumber lainnya.
Pada tahun 1980-an, dengan meningkatnya pemahaman dan kesadaran akan dampak penggunaan air raksa yang lebih banyak membahayakan kesehatan dan lingkungan  dari pada manfaat, membuat penggunaannya mulai turun tajam. Pada tahun 1992, yang digunakan dalam baterai telah menurun menjadi kurang dari 5% dari tingkat pada tahun 1988, dan secara keseluruhan digunakan dalam perangkat listrik dan cahaya bulbs telah turun 50% pada periode yang sama. Penggunaan raksa produksi cat, fungisida, dan pestisida telah dilarang di Amerika Serikat, dan penggunaannya dalam pengerjaan dan proses produksi  kaca secara sukarela telah dihentikan. 
Di seluruh dunia, produksi raksa hanya dibatasi untuk beberapa negara-negara dengan undang-undang lingkungan hidup yang santai. Di Spanyol, semua pertambangan merkuri telah dihentikan, dimana Spanyol pernah menjadi produsen merkuri terbesar di dunia sampai 1989. Di Amerika Serikat, raksa pertambangan juga telah dihentikan, meskipun dalam jumlah kecil adalah raksa kembali sebagai bagian dari proses pengilangan emas untuk menghindari pencemaran lingkungan. Cina, Rusia (dulu dikenal dengan USSR), Meksiko, dan Indonesia merupakan produsen terbesar raksa pada tahun 1992. 
Di Amerika Serikat, Badan Perlindungan Lingkungan (EPA) telah melarang penggunaan raksa untuk banyak aplikasi. EPA yang telah menetapkan tujuan mengurangi tingkat raksa ditemukan di kota menolak IB dari 1,4 juta / thn (0,64 juta kg / thn) pada tahun 1989 menjadi 0,35 juta lb / yr (0,16 juta kg / thn) pada tahun 2000. Hal ini akan dicapai oleh penurunan penggunaan raksa dalam meningkatkan produk dan pengalihan dari raksa dari kota menolak melalui daur ulang. Mercury masih sebuah komponen penting di banyak produk dan proses, walaupun penggunaannya diharapkan untuk terus menurun. Untuk itu, penanganan yang tepat dan daur ulang dari raksa diharapkan signifikan mengurangi lepaskan ke lingkungan dan dengan demikian mengurangi bahaya kesehatan.
Mengingat bahaya yang ditimbulkan dari penggunaan air raksa seperti yang diuraikan di atas, Anda  harus benar-benar memperhatikan keselamatan kerja! Hindari pengolahan dan pembuangan tailing langsung ke sungai. 

SIANIDA

Sianida ( asam sianida, asam prussiat ), memiliki kegunaan yang tak sedikit, diantaranya di bidang pertanian, fotografi dan industri logam. Penggunaannya untuk pengolahan mineral untuk memulihkan emas, tembaga, seng dan perak mewakili sekitar 13% dari konsumsi sianida secara global, dengan 87% sisa sianida yang digunakan dalam proses industri lainnya seperti plastik, perekat, dan pestisida.
Namun, dampaknya terhadap kesehatan sangat mengerikan. Bila terpapar zat ini, manusia dapat meninggal dalam waktu kurang dari setengah jam. Karena sifat yang sangat beracun dari sianida, proses ini kontroversial dan penggunaannya dilarang di sejumlah negara dan wilayah.
Dewasa ini sianida menjadi perhatian masyarakat karena terjadinya banyak kasus keracunan oleh bahan kimia ini. Tak kenal maka tak sayang, sudah sepatutnya kita mengenali racun sianida ini lebih jauh. Bukan untuk menyayangi racun tersebut tentunya, namun agar kita lebih waspada.
Sifat Asam Sianida
Asam sianida murni tidak berwarna, mudah menguap sedikit di atas suhu kamar ( 26 0C ), sangat toksik dan berbau khas. Bau ini akan tercium bila konsentrasi lebih besar atau sama dengan 1 ppm, dan tidak berbau lagi bila tertutup bau gaslainnya atau saraf sensoris orang telah rusak/lumpuh.Berat molekulnya ringan, sukar terionisir, dan mudah berdifusi. Oleh karena itu gas sianida mudah terhisap melalui saluran pernafasan ( paru paru ), saluran pencernaan, dan kulit
Sumber sumber Sianida
1. HCN ( Hydrogen Sianida ) terdapat pada : Gas gas penerangan, sisa sisa pembakaran.
2. Hydrocyanic Acid ( Prussic Acid ) berbentuk cairan, dapat tercampur dengan air dalam segala proporsi, dapat diuraikan dengan cepat, larutan netral atau alkali dengan menghasilkan ammomiak.
Dua bentuk Prussic Acid :
  • Dalam bentuk larutan dengan kadar 4% ( Scheele’s Axid )
  • Dalam bentuk larutan dengan kadar 2% ( Acid Hydrocyanicum dilutum ), dan bentuk inilah yang banyak digunakan di laboratorium.
Gas gas ini juga dapat dibentuk dari proses destilasi KCN atau Kalium Fero Cyanida dengan asam sulfat.
3. Di alam, Asam sianida terdapat pada tumbuh tumbuhan yang mengandung amygdalin. Misalnya, singkong, ubi, biji buah apel, peer, aprikot. Cyanida dengan air dan emulsin akan terhidrolisir menjadi hidrogen, glukosa dan benzaldehide. Biji biji tersebut mengandung cyagenetik glycosid yang akan melepaskan cyanida pada waktu dicerna.
Kegunaan
Asam sianida banyak dipakai di laboratorium laboratorium, terutama dalam bentuk larutan dengan kadar 2%. Hydrocyanida Acid ( Prussic Acid ) banyak di pakai untuk berbagai reaksi proses kimia sintesis, tetapi terbanyak diperdagangkan untuk fumigasi membunuh binatang, kuman, kutu dan tikus tikus pada ruangan, gudang dan kapal kapal.
Dalam bentuk garamnya seperti KCN, NaCN, AgCN, digunakan untuk keperluan fotografi, penyempuhan logam dan pewarnaan. Pada penyepuhan logam, Asam sianida digunakan dalam proses pembersihan, pengerasan dan penyempuhan logam logam untuk mendapatkan emas murni dari biji biji logamnya.
Asam sianida digunakan dalam proses pembersihan, pengerasan dan penyempuhan logam logam untuk mendapatkan emas murni dari biji biji logamnya.
Berikut masing-masing kegunaan garam sianida :
  • KCN : Garam ini ( dalam perdagangan ) mengandung 90% chloride, carbonate, cyanida dari kalium. Digunakan untuk proses proses reaksi kimia, perusahaan perusahaan listrik, dan fotografi. Tetapi sekarang banyak dipakai garam kalsium dan garam natrium yang lebih murah harganya.
  • Ca(CN)2 : Digunakan pada tambang tambang industri.
  • NaCN : Digunakan oleh perusahaan perusahaan metalurgi, listrik, pengerasan biji bjiji logam, penyamakan dan perusahaan perusahaan cat.
  • AgCN : Digunakan oleh perusahaan perusahaan perak karena sifatnya yang tidak larut dalam air, cepat diuraikan oleh asam lambung dan menghasilkan asam hydrosianida.
Derivat-derivat sianida
  • Acrylonitrile ( CH2 = CHCN ) : digunakan dalam proses pebuatan karet sintesis.
  • Cyanamida ( HN = C = HN ) : digunakan untuk pupuk buatan dan sebagai sumber hydogen cyanida.
  • Nitro Prusida (Fe (CN)5 (ON) : digunakan untuk pembuatan bahan bahan kimia sintesis.
Pathophysiology
Racun sianida menghambat enzim cythochrom oxydase pada penggunaan oksigen di sel sel tubuh. Enzim lain juga terhambat, tetapi pengaruhnya kecil. Jelasnya, sianida mempunyai aktivitas yang kuat terhadap enzim pernafasan, yakni enzim cythchrom oxydase, dimana cynida mengikat F3 yang terdapat pada enzim tersebut.
Akibatnya, terjadi gangguan peredaran dan penggunaan oksigen dalam sel sel tubuh,sehingga kadar O2 dalam darah ( HbO ) tinggi. Manifestasinya; pertama tama ditandai dengan meningkatnya pernafasan tubuh akibat terpengaruhnya chemoreceptor di carotic body dan pusat pusat pernafasan. Pada akhirnya dapat terjadi paralysa dari semua sel sel tersebut dengan akibat kelumpuhan total dari pernafasan. mengakibatkan anoxia, walaupun kadar O2 dalam darah ( HbO ) tinggi.
Bentuk Bentuk Keracunan
Prinsip manifestasi dari keracunan adalah sebagai berikut : pernafasan cepat, tekanan darah turun, convulsi dan coma
A. Keracunan akut
Golongan sianida : Sianogen chlorida ( ClC = N ), Acetonitril (  H3CN )
Ingesti / Inhalasi : bila konsentrasi gas minimal 10 x M.L.D. Maka, segera timbul penurunan kesadaran, convulusi dan akan meninggal dalam 15 menit. Bila mendekati M.L.D. akan segera timbul gejala gejala : dizziness, pusing pusing, pernafasan cepat, rasa ngantuk, tensi turun, pols cepat, tidak sadar dan akan mati dalam keadaan kejang kejang dalam waktu 1 jam, kecuali bentuk garam Na Nitroprusid dalam waktu 12 jam
Acrylonitril, Inhalasi : mual-mual, muntah muntah, diare, kelemahan, pusing pusing dan jaundice. Kontak Kulit : Blistering ( lepuh lepuh ) pada kulit dan ini bukan merupakan gejala umum.
Ca-sianida. Ingesti : Flustering ( merah merah ) pada kulit dan membrana mucosa, pusing pusing, dizziness dan tensi turun.
B. Kronis
Inhalasi : dizziness, kelemahan, kongesti paru-paru, berat badan turun, mental retardation.
Laboratorium
Ditemukan adanya konsentrasi tinggi sianida pada jaringan tubuh. Misalnya, darah, hati, ginjal. Sedang pada air seni konsentrasinya rendah. Pada umumnya konsentrasi sianida dalam isi lambung / hati lebih tinggi pada keracunan per oral bila dibandingkan dengan per inhalasinya. Sebenarnya pada keracunan yang fatal tidak menunjukkan ciri ciri khas, hanya bau amandel dapat terbau pada waktu dilakukan autopsi. Pada keracunan Na dan K-sianida, dapat menimbulkan congesti dan korosi pada mucosa trac digestifus.


PENANGANAN AWAL PENGOLAHAN CARA SIANIDASI

Oksigen memainkan peran penting dalam proses leaching. Telah terbukti bahwa tingkat pembubaran emas dalam larutan sianida berbanding lurus dengan jumlah oksigen hadir. Pada umumnya semakin tinggi oksigen maka reaksi juga semakin cepat.
Tetapi ternyata berdasarkan teori limiting rate didapatkan bahwa perbandingan sianida dan oksigen dalam larutan adalah tetap yaitu 6 (enam). Sehingga jika sianida berlebih maka yang menentukan kecepatan reaksi adalah kelarutan oksigen, demikian pula sebaliknya. Pada konsentrasi sianida rendah, kecepatan pelindian hanya tergantung pada konsentrasi sianida (konsentrasi oksigen tidak mempengaruhi), tetapi pada konsentrasi tinggi, kecepatan pelindian hanya tergantung pada konsentrasi oksigen.
Air normal pada umumjnya  memiliki oksigen terlarut 8-9 ppm yang ada di dalamnya. Sehingga apabila oksigen ini digunakan oleh reaksi lainnya,  diperlukan penambahan oksigen ke dalamnya untuk mempercepat reaksi. Selain oksigen dari udara sebagai  oxidizing agents / agen pengoksidasi dengan cara menginjeksikannya ke dalam larutan sianida dengan menggunakan kompresor (aerasi), untuk memperkuat proses oksidasi dapat pula ditambahkan oxidizing agents lainnya seperti Potassium Ferricyanide, Potassium Permanganate (KMNO4) , Ozone (O3), Sodium Peroxide (Na2O2), Calsium Peroxide (CaO2), dan Acetone. Namun oksidator yang sering digunakan adalah Hydrogen Peroxide / Hidrogen peroksida (H2O2), selain pertimbangan mudah penggunaannya, bahan ini mudah diperoleh di pasaran dengan konsentrasi 30% dan relatif murah dibandingkan dengan oksidator lainnya.
Penggunaan Hidrogen peroksida ( H2O2 ) dalam larutan sianida telah dideteksi di mana emas dapat terpisah secara cepat.
2Au + 4CN- + H2O2 → 2[Au(CN)2]- + 2OH-


Di dalam bijih emas biasanya terdapat berbagai mineral sulfida reaktif seperti pyrite, arsenopyrite, chalcopyrite, marcasite, pyrrhotite, realgar, dan chalcocite. Mineral-mineral logam ini umumnya akan ikut terlarut ke dalam larutan sianida, sedang mineral pengotor kuarsa tidak larut ke dalam larutan sianida.
Cu2S + 6CN-  → 2[Cu(CN)3]2- + S2-
Zn2S +  4CN-  → 2[Zn(CN)4]2- + S2-

FeS + 6CN- + 2O2  → [Fe(CN)6]4- + [SO4]2-

Ion sulfida yang terbentuk akan bereaksi dengan oksigen membentuk thiosianat yang
tidak mempengaruhi kelarutan emas :
S2- + CN- + 0,5 O2 + H2O → CNS- + 2OH-
Juga akan teroksidasi menjadi thiosulphate :
S2-+ 2O2 + H2O  → [S2O3]-+ 2OH-
Reaksi-reaksi di atas menunjukkan bahwa kehadiran mineral pengotor dapat memperlambat kecepatan pelarutan. Apabila terbentuk ion sulfida dalam proses sianidasi sering membentuk film  pasif pada permukaan emas sehingga menghambat proses pelarutan emas. Namun demikian, efek ini dapat dihilangkan atau diminimalkan dengan cara preareation intensif dan menambahkan garam Pb seperti Lead Nitrate [Pb (NO3)2] sebelum proses sianidasi yang akan mengendapkan ion sulfida dalam bentuk Pb sulfida yang tidak larut dalam air.
Penggunaan Ion NO3- adalah anion yang sangat efektif dan kuat dalam mengoksidasi mineral batuan. Namun bila menggunakan Acid  Nitric (HNO3) tentulah membutuhkan penanganan yang lebih kompleks karena dalam proses sianida membutuhkan pH yang tinggi untuk mencegah timbulnya gas HCN. Untuk mendapatkan ion NO3- yang netral digunakan Lead Nitrat [Pb (NO3)2]   sebagai promotor di dalam pulp. Garam timbal ini akan terurai dalam air menjadi kation Pb2+ dan anion NO3-.


Lead Nitrate [Pb (NO3)2] sebagai promotor mencegah terlarutnya sulfida (S-2) dari PbS atau HgS dalam proses sianidasi, sehingga menjaga permukaan emas bersih. Penggunaan Lead Nitrate dapat meningkatkan kecepatan leaching, karena terjadinya reaksi electrochemical yang menghasilkan sel galvanik lokal antara emas dan timah (semi electrolisis), khususnya dalam pengolahan sebagian bijih sulfida yang mengandung pyrite dan sedikit pyrrhotite dan chalcopyrite.
Kebutuhan Lead Nitrate (PbNO3)2  sebagai promotor sebanyak sebanyak 0,01% s/d  0,03% untuk jenis batuan oksida   dan 0,05% s/d  0,08%  untuk jenis batuan sulfida.  Proses penambahan [Pb (NO3)2] dapat dilakukan di awal maupun bersamaan dengan proses sianidasi.
Selain Lead Nitrate, garam logam yang dapat digunakan sebagai promotor  adalah Bismuth Nitrate [Bi(NO3)3], Thallium Nitrate (TlNO3), Mercury Sulphfate (HgSO4), dan Silver Nitrate (AgNO3). Alternatif lainnya dapat menggunakan Lead Acetate dan Mercury Acetate.
Cara lain yang dapat diterapkan adalah dengan menambahkan kapur Ca(OH)2 sebelum proses sianidasi, sehingga mineral sulfida akan terdekomposisi dan akhirnya mengendap sebagai CaSO4  (Sudarsono, 2003), sesuai reaksi :
FeS + 2OH- →  Fe(OH)2 + S2-
2Fe(OH)2 + 0,5 O2 + H2O →  2Fe(OH)3
S2- + 2O2 →  [SO4]2-
[SO4]2- + Ca2+ →  CaSO4
Proses Pretreatment dengan menggunakan kombinasi antara Hydrogen Peroxide (H2O2) dan promotor idealnya berlangsung selama 2 - 4 jam.

FAKTOR KEBERHASILAN PENGOLAHAN EMAS CARBON IN PULP

Proses pengolahan emas dengan sianida terutama dengan menggunakan metode carbon in pulp ( CIP ) dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :
  1. Alkalinity ( pH tinggi )
    Kondisi alkalin ( pH tinggi / basa ) saat berlangsungnya proses sianidasi sangat menentukan keberhasilan proses sianidasi. Penggunaan alkalies seperti kalsium oksida, akan mencegah dekomposisi dalam larutan sianida untuk membentuk gas hidrogen sianida ( HCN.) Jika pH terlalu rendah / asam dapat menghasilkan gas HCN yang mudah menguap akibat proses hidrolisis, sehingga konsentrasi cyanida berkurang.
    CN- (aq) + H+ (aq) → HCN(g)
    Jika pH terlalu tinggi akan menyebabkan proses sianidasi berlangsung lambat, hal ini dikarenakan sianida menjadi terlalu stabil dalam pulp. Selain itu dengan terlalu rendah atau terlalu tinggi akan menyebabkan logam-logam lain akan larut dalam sianida yang membentuk senyawa kompleks sehingga turut terserap oleh karbon aktif.
    Untuk membuat kondisi basa dengan pH 10  - 11 gunakan kapur sebagai pH Modifier. Kapur aktif / kapur tohor ( CaO ) lebih reaktif menaikan pH sehingga kebutuhannya sedikit. Namun Kapur Hydroksida / kapur sirih ( CaOH ) juga dapat digunakan. Ketika memasukkan kapur hendaknya dilakukan di atas saringan 50 mesh agar kotoran atau batuan kapur yang besar tidak ikut masuk dalam tong. Selain kapur, pH Modifier lainya adalah Soda Api / Coustic Soda / Sodium Hydroxide ( NaOH ) atau Soda Abu  ( Na2CO3 ).
    Pastikan pH 10 - 11 untuk mengantisipasi agar NaCN tidak berubah menjadi gas HCN yang sangat berbahaya ( dosis 60 mg HCN dapat membunuh manusia ). Dimana pada kondisi pH 9.3, konsentrasi sianida dapat berkurang  hingga 50% karena menguap menjadi gas HCN, bahkan sianida berubah menjadi 99% HCN pada pH 7. Selain gas ini sangat berbahaya tentu mengurangi jumlah NaCN yang larut dalam pulp / slurry sehingga kemampuannya untuk melarutkan emas juga berkurang.

    Pengukuran kondisi pH dapat diukur dengan beberapa cara. Secara kualitatif pH dapat diperkirakan dengan kertas Lakmus ( Litmus ) atau  kertas indikator pH. Secara kuantitatif pengukuran pH dapat digunakan elektroda potensiometrik. Elektroda ini memonitor perubahan voltase yang disebabkan oleh perubahan aktifitas ion hidrogen ( H+ ) dalam larutan. Elektroda pH yang paling modern terdiri dari kombinasi tunggal elektroda referensi ( reference electrode ) dan elektroda sensor ( sensing electrode ) yang lebih mudah dan lebih murah daripada elektroda tepisah. Elektroda kombinasi ini mempunyai fungsi yang sama dengan elektroda pasangan.
     
  1. Free Cyanide
    Pelarut yang biasa digunakan dalam proses sianidasi  adalah Sodium Cyanide ( NaCN ), Potassium Cyanide ( KCN ) , Calcium Cyanide [ Ca(CN)2 ], atau Ammonium Cyanide ( NH4CN ).  Namun pelarut yang paling sering digunakan adalah NaCN, karena mampu melarutkan emas lebih baik dari pelarut lainnya.
    Konsentrasi sianida jika terlalu rendah reaksinya tidak optimum sehingga emasnya tidak terlarut menjadi emas-sianida. Jika terlalu tinggi akan bereaksi terhadap logam lain sehingga emas tidak banyak terserap oleh karbon aktif. Selain itu gunakan jenis sianida yang baik.
  2. Sianida dapat bereaksi dengan unsur selain emas,seperti tembaga, besi, perak, dan merkuri. Ketika sianida bereakasi dengan zat tersebut, maka akan mengurangi sianida yang tersedia untuk melarutkan emas. Sehingga terkadang diperlukan sianida yang lebih banyak untuk melarutkan. Bijih tembaga dengan mineral seperti malachite dan azurite menyebabkan masalah besar karena mineral tersebut bereaksi dengan cepat dengan sianida.
    Oleh karenanya, perlu dijaga kebutuhan ideal free cyanide. Free cyanide bukanlah cyanide consumtion ( jumlah sianida yang dipakai ) tetapi sianida yang masih bebas ( belum terikat dengan mineral lain ) dan belum berubah menjadi Thiocyanate ( SCN - ). Untuk itu perlu diketahui berapa free cyanide ( CNF ), total cyanide ( CNT ), dan Thiocyanate-nya ( SCN - ).
    Metode paling umum dipakai adalah titrasi Argentometri dengan menggunakan Silver Nitrate (AgNO3) di mana reaksi yang terjadi adalah :
    2KCN + AgNO3 → AgKCN2 + KNO3
    2NaCN + AgNO3 → AgNaCN2 + NaNO3
    Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai penggunaan metode titrasi free cyanide ( CNF ), total cyanide ( CNT ), dan Thiocyanate-nya ( SCN - ) silahkan klik di sini.

    1. Dissolved Oxygen ( Oksigen terlarut )
      Oksigen dan sianida sangat diperlukan pada proses sianidasi bijih emas. Proses sianidasi dikontrol oleh konsentrasi oksigen (oksigen terlarut) dan konsentrasi sianida bebas (free cyanide) di dalam larutan, agar dicapai persen ekstraksi yang tinggi maka keberadaan kedua senyawa ini di dalam larutan harus diamati dengan baik, artinya tidak ada manfaatnya meningkatkan konsentrasi sianida tetapi ternyata konsentrasi oksigen di dalam larutan rendah.

    Penggunaan oksigen dari udara bebas dengan cara aerasi adalah agen pengoksidasi paling mudah diterapkan. Namun mungkin pada kondisi tertentu diperlukan penambahan oxidizing agents untuk memperkuat proses oksidasi. Oxidizing agents yang biasa digunakan antara lain Hydrogen Peroxide / Hidrogen peroksida (H2O2), Potassium Ferricyanide, Potassium Permanganate (KMNO4) , Ozone (O3), Sodium Peroxide (Na2O2), Calsium Peroxide (CaO2), dan Acetone.
    Oksigen terlarut dapat dianalisis atau ditentukan dengan 2 metoda, yaitu :

    a. Metoda titrasi dengan cara WINKLER
    Metoda titrasi
    dengan cara WINKLER secara umum banyak digunakan untuk menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Dengan menggunakan botol winkler, diperlukan air sampel sebanyak 300 ml atau 60 ml. Tidak boleh ada udara yang terperangkap dalam botol, caranya botol sampel harus berada di bawah permukaan air. Agar tidak ada gelembung udara yang terjebak, isi penuh dengan air hingga meluber saat ditutup. Kemudian sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 den Na0H - KI, sehingga akan terjadi endapan Mn02. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium ( I2 ) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar Natrium Thiosulfat ( Na2S203 ) dan menggunakan indikator larutan amilum ( kanji ). Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut :
    MnCI2 + NaOH  →  Mn(OH)2 + 2 NaCI
    2 Mn(OH)2 + O2  →  2 MnO2 + 2 H20
    MnO2 + 2 KI + 2 H2O  → Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH
    I2 + 2 Na2S2C3   →  Na2S4O6 + 2 NaI
    b. Metoda elektrokimia
    Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia adalah cara langsung untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter. Prinsip kerjanya adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan  anoda yang direndam dalarn larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan katoda perak ( Ag ) dan anoda timbal ( Pb ). Secara keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semi permeable terhadap oksigen. Reaksi kimia yang akan terjadi adalah :
    Katoda : O2 + 2 H2O + 4-  → 4HO-
    Anoda : Pb + 2 HO-  → PbO + H2O + 2e-
    Aliran reaksi yang terjadi tersebut tergantung dari aliran oksigen pada katoda. Difusi oksigen dari sampel ke elektroda berbanding lurus terhadap konsentrasi oksigen terlarut. Penentuan oksigen terlarut ( DO ) dengan cara titrasi berdasarkan metoda WINKLER lebih analitis apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan Thiosulfate dan pembuatan larutan standar Kalium Bichromate yang tepat. Dengan mengikuti prosedur penimbangan kaliumbikromat dan standarisasi tiosulfat secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan penentuan oksigen terlarut dengan  cara DO meter, harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter. Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan kalibrasi alat sangat menentukan akurasinya hasil penentuan.
 
  

  1. Karbon aktif.
    Di bawah ini adalah spesifikasi yang perlu diperhatikan dalam memilih karbon aktif untuk adsorbsi emas :
    1. Hardness/attrition resistant
    2. Activity
    3. Total gold capasity adsorption
    4. Shape and size distribution
    5. Ash content
    6. Bulk Density
    7. Moisture
    8. Surface area
    9. %-Carbon Tetrachloride ( CTC / CCl4 )
    10. %-w/wt Benzene adsorption
    Karbon aktif yang berkualitas baik sangat menentukan hasil produksi emas yang diperoleh. Karbon aktif yang baik memiliki : struktur pori-pori yang alami, tingkat ketahanan yang tinggi  ( higher resistence ) terhadap gesekan, tingkat kekerasan yang tinggi ( higher hardness ) dan bentuk yang seragam serta memiliki CTC yang cukip tinggi.
    Pilih karbon aktif yang tingkat kekerasannya (hardness) tinggi (up to 99%) sehingga tidak mudah pecah dan kandungan abunya (ash content) rendah (max 3%). Pecahan karbon maupun abu karbon mampu mengabsorbsi emas dengan baik namun kondisi ini tentu akan sangat merugikan karena pecahan karbon yang halus maupun abunya akan ikut hanyut terbuang saat dilakukan botoyong.
    Jika menggunakan karbon aktif yang memiliki CTC rendah, emas yang terabsopsi dalam karbon aktif akan mudah terlepas lagi saat proses pencucian karbon / botoyong. CTC yang disarankan sebaiknya 50%-60%. Untuk menghasilkan karbon CTC tinggi harus menggunakan kiln yang berputar dan datar serta kontrol temperatur yang akurat. Karbon yang belum melalui proses kiln biasanya hanya memiliki CTC 10 - 20 %. Hendaknya teliti dalam memilih karbon aktif karena secara kasat mata kita tidak dapat membedakan mana karbon aktif yang memiliki CTC rendah dan mana yang CTC  nya tinggi, untuk itu disarankan untuk menggunakan karbon aktif yang diketahui jelas asal usul pabriknya dan sistem jaminan kualitasnya untuk menghindari karbon aktif yang memiliki CTC rendah.
    Biasanya dalam metode CIP menggunakan karbon aktif granular dengan ukuran 6x12  atau 6x16 mesh, sedangkan ukuran 6x16 atau 12x30 mesh digunakan dalam metode CIC. Konsentrasi penggunaan karbon dalam metode CIP adalah 10-25 gram per liter pulp ( 0.5 sampai 1,2% karbon dari volume ).
 
  1. Ore / rep.
    Konsentrasi emas dalam ore sangat menentukan hasil produksi. Ore hasil tambang sangat bervariasi, ada yang berupa pasir, batu keras ( kuarsa ), batu lunak ( domato ), lempung ( clay ), dan lumpur.
    Secara umum, agar partikel emas dapat cepat larut, pulp/slurry untuk keperluan produksi dibutuhkan ore dari hasil milling  80 - 90% -200 mesh ( -74 micron ) dengan  kepadatan 40 - 50%-solid. Partikel emas 45 micron akan larut dalam 10 - 13 jam, sementara   partikel emas 150 micron mungkin memakan waktu 20 - 44 jam untuk larut dalam solusi yang sama.
    Untuk mendapatkan hasil optimum, pengolahan emas pada batuan oksida (oxide ores) biasanya cukup efektif dengan penggilingan pada 65 mesh dan leaching dengan 0,05% NaCN selama 4 - 24 jam dengan kepadatan 50% solids. Sedangkan batuan sulfida (sulfida ores) memerlukan penghalusan hingga 325 mesh dan leaching dengan 0,1% NaCN selama 10 - 72 jam dengan kepadatan 40% solids. ( Weiss 1985 ).

  1. Bentuk agitator / propeller.
    Tangki agitator dan propeller harus seimbang agar pergerakan ore dan karbon aktif tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat. Karena kalau terlalu cepat senyawa kompleks emas-sianida tidak optimum terserap oleh karbon aktif dan bila terlalu lambat, ore akan mengendap yang menyebabkan sianida dan karbon akan terperangkap ke dalam ore.
    Tangki agitator bentuk kerucut dapat menjadi pilihan yang ideal untuk mengatasi masalah di atas. Namun kelemahan model ini memiliki kapasitas yang relatif terbatas ( maksimal kapasitas yang disarankan 10 ton ), karena bentuk tabung yang tinggi dan ramping.
  1. Retention Time ( Waktu Tinggal )
  2. Proses absorpsi emas ke dalam pori-pori karbon aktif  bukan melalui proses kimiawi melainkan kontak secara fisik. Semakin lama waktu tinggal untuk reaksi maka recovery bisa meningkat namun kapasitas produksi yang menurun.
  1. Temperatur.
  2. Emas akan lebih cepat terserap ke dalam karbon aktif pada suhu yang tinggi.
    Tetapi pada umumnya, hal ini tidak dipersoalkan dalam proses produksi.
Pengolahan emas yang optimal akan sulit dicapai apabila bijih yang dikerjakan berasal dari beberapa jenis dengan tanpa diketahui sifat khas bijihnya. Sehingga proses sianidasi akan melibatkan aneka ragam reaksi samping, akibatnya kelarutan emas (Au) tergantung pada tipe dan jumlah unsur pengotor yang terlarut. Dengan demikian, jenis batuan mineral atau jenis bijih emas sangat mempengaruhi persen rekoveri yang dihasilkan.
Menurut Vaughan (1988), proses kelarutan emas menjadi senyawa kompleks emas-sianida dapat terganggu oleh beberapa hal yang berhubungan dengan adanya mineral-mineral pengotor ( gangue ) dan sejumlah masalah yang sering muncul sbb :
  1. Cyanides dan oxygen consumers.
    Cyanides adalah mineral atau senyawa kimia yang dapat bereaksi mengkonsumsi sianida, sedangkan oxygen consumers adalah sesuatu yang bereaksi dengan oksigen di dalam larutan sianida selama proses leaching. Keduanya sama-sama tidak diharapkan selama proses produksi berlangsung, karena akan mengakibatkan sianidasi terhambat.

    Unsur-unsur ekstra pengganggu, seperti digambarkan di atas di antaranya :
    • Mineral tembaga ( seperti malachite dan azurite ), bereaksi dengan cepat dan akan larut dalam larutan sianida sehingga menyebabkan peningkatan penggunaan sianida, tembaga-sianida kompleks yang terbentuk akan cenderung menghambat pembubaran emas dalam larutan sianida.
    • Zink, unsur yang digunakan untuk mengendapkan emas dari solusi, jika hadir dalam bijih, akan bereaksi dengan sianida untuk membentuk senyawa sianida seng.
    • Unsur lain adalah nikel, meskipun tidak sampai mengganggu emas masuk ke solusi, melainkan pengendapan emas dari larutan sianida.
    • Arsenik dan antimon lakukan adalah mempresentasikan masalah yang lebih besar, dengan bereaksi dengan sianida dan menggunakan semua kelebihan oksigen, hanya menyisakan sedikit atau tidak ada oksigen untuk efek pembubaran emas.  
  2. Adsorbsi larutan emas
    Emas dapat juga hilang selama proses sianidasi karena adanya adsorpsi ke dalam bahan carbonaceous ores dan bahan organik seperti kayu, batu bara, dll. Adsorpsi adalah proses dimana molekul komples emas dalam larutan sianida berinteraksi dengan material tersebut yang prosesnya serupa dengan proses penyerapan ke dalam karbon aktif.
  3. Halangan selama proses produksi Mineral-mineral liat ( clay ) karena ukurannya yang sangat kecil terkadang menjadi penghalang ( blockage ) sehingga menghalangi mobilisasi emas selama proses produksi.


MENGOLAH EMAS DENGAN METODE CARBON IN PULP

 
Dewasa ini, penyerapan dengan menggunakan karbon aktif banyak digunakan dalam proses sianidasi pada skala industri pertambangan besar maupun pertambangan rakyat di Indonesia, khususnya pengolahan emas dengan Metode CARBON IN PULP. Mengolah emas dengan Metode CARBON IN PULP ( CIP ) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1951, namun baru populer pada tahun 1973 setelah metode ini dipakai oleh Homestake Minning Co.'s plant di Lead, Dakota Selatan, USA. Kemudian menyebar luas ke negara-negara Andino ( negara-negara yang terletak di kawasan pegunungan Alpen ) seperti Peru, Chili, Equador, Columbia, Venezuela dan menyebrang ke beberapa negara Afrika.
Di Asia, penggunaan metode ini secara kecil dimulai di Filipina awal tahun 1980an yang kemudian diadopsi di Indonesia ( Sulawesi Utara ) sekitar akhir 1999.
Flowsheet Pengolahan emas dengan Metode CARBON IN PULP
Mengolah emas dengan metode CIP didasarkan kenyataaan bahwa emas dapat membentuk senyawa kompleks dengan sianida. Proses tahap awalnya, emas yang masih berupa ore ( bijih ) ditambang pada suatu lokasi penambangan. Ore tersebut selanjutnya dihancurkan hingga halus kemudian dicampur dengan air ( disebut pulp ). Pulp lalu dimasukan ke dalam tangki agitator, dan ditambahkan sianida ke dalamnya. Sianida inilah yang akan membentuk senyawa kompleks emas-sianida yang nantinya akan diserap oleh karbon aktif
Karbon aktif yang dipergunakan dapat berasal dari arang batok kelapa, maupun arang kayu atau batu bara. Yang paling banyak dipakai adalah karbon aktif granular dari arang batok kelapa. Untuk kualitas baik, setiap kg karbon aktif memiliki daya adsorbsi emas hingga 8 – 16 g, namun kualitas karbon aktif yang tersedia dipasaran rata-rata hanya mampu  mengadsorpsi berkisar 2 – 5 g emas untuk setiap kg-nya. 

 

PEMURNIAN EMAS (REFINING)


Refining
, yaitu melakukan pengolahan logam kotor melalui proses kimia agar diperoleh tingkat kemurnian tinggi dengan tahapan sebagai berikut :
1. SMELTING ( peleburan ) adalah proses reduksi bijih ( abu hasil roasting atau cake hasil electrowinning ) pada suhu tinggi ( 1.200 oC ) hingga mendapatkan material lelehan.
 
Dengan menambahkan Flux formula, salah satunya Borax - Sodium Borate ( Na2B4O7. 10H2O ) sebagai bahan kimia tambahan untuk proses smelting. Fungsi borax dalam proses smelting yaitu mengikat kotoran penggangu selain logam ( slag / terak ). Sehingga ketika mencair, matte ( logam lelehan ) akan berada di bawah sedangkan bagian atas disebut slag / terak yang ditangkap oleh silika berupa semacam kaca yang mudah untuk dipecahkan. Produk reduksi selama proses pelelehan disebut Dore bullion (Au-Ag alloy).
2. SIZE REDUCTION ( Pengecilan ukuran ) yaitu mereduksi dore bullion (Au-Ag alloy) yang masih berukuran besar menjadi butiran-butiran kecil, sebelum diproses ke tahap parting. Idealnya besaran butiran sekitar diameter 2-3 mm dengan kadar emas 25% atau kurang.  Bila perlu dilakukan Quartering, yaitu menurunkan kadar emas dengan penambahan yang tepat dari tembaga atau perak agar tercapai kadar emas 25%.
Proses ini dilakukan berdasarkan proses perlakuan kimia untuk bahan fase padat yang umumnya sangat dipengaruhi oleh luas permukaan dari bahan padat tersebut. Semakin luas permukaannya, maka perlakuan kimia akan semakin baik. Dimana luas permukaan dari suatu bahan padat berhubungan erat dengan ukuran dari bahan tersebut, artinya semakin kecil ukuran dari bahan padat, maka permukaannya akan semakin luas.
 
3. PARTING, yaitu proses untuk memisahkan emas dengan perak dan logam dasar dari dore bullion ( Au-Ag alloy ) dengan larutan asam nitrat ( HNO3 ). Dipasaran kita dapat temukan asam nitrat kadar 68%.
Hasil setelah perebusan terakhir, endapan yang ada sudah halus dan berwarna coklat seperti bubuk kopi. Endapan ini merupakan bullion emas ( High Au Bullion ) dengan kadar emas mencapai 98%, untuk hasil lebih baik dapat diproses dengan Aqua Regia agar dapat diperoleh kadar hingga 99.6%.
Sedangkan air hasil bilasan yang ditampung diember dilanjutkan pada proses hydrometalurgi untuk diambil peraknya.
4. MELTING. Untuk mendapatkan logam emas, endapan bullion emas ( High Au Bullion ) selanjutnya dilebur dengan penambahan borax ( Na2B4O7•10H2O ). Tujuan pemakaian borax di sini adalah selain untuk mengikat kotoran yang masih ada, juga untuk menahan bullion agar tidak beterbangan saat terkena hembusan dari blander nantinya.
Setelah bullion dilebur akan tampak menggumpal seperti gumpalan di dasar kowi. Biarkan dingin dahulu beberapa detik hingga membeku sebelum dicongkel.
Bila menginginkan emas berwarna kuning mengkilat, caranya : dimasak dalam panci yang dipanaskan hingga dua kali proses pemasakan dengan larutan yang terdiri dari :
  • Salpeter / sendawa sebanyak 2 %
  • Tawas sebanyak 1 %,
  • NaCl sebanyak 1 %,
  • Air
Sendawa / Salpeter disebut juga niter, ada tiga mineral yang mendukung nama ini, salpeter biasanya adalah kalium nitrat ( KNO3 ), salpeter Norwegia / salpeter kapur / kalsium nitrat ( Ca(NO3)2 ), salpeter natrium / natrium nitrat ( NaNO3 ).